Selasa, September 29, 2009

PUISI

PUISI INDAH
(WS. RENDRA)



Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,
bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
bahwa mobilku hanya titipan Nya,
bahwa rumahku hanya titipan Nya,
bahwa hartaku hanya titipan Nya,
bahwa putraku hanya titipan Nya,
tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia
menitipkan padaku?

Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?

Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah

kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,
kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,
aku ingin lebih banyak harta,
ingin lebih banyak mobil,
lebih banyak rumah,
lebih banyak popularitas,
dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,

Seolah semua "derita" adalah hukuman bagiku.
Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti
matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan
Nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.

Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusanNya yang tak
sesuai keinginanku,
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah....

"ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan
keberuntungan sama saja"

Kamis, September 17, 2009

PUISI

Kerendahan Hati

(Taufiq Ismail)

Kalau engkau tak mampu menjadi beringin
yang tegak di puncak bukit
Jadilah belukar, tetapi belukar yang baik,
yang tumbuh di tepi danau

Kalau kamu tak sanggup menjadi belukar,
Jadilah saja rumput, tetapi rumput yang
memperkuat tanggul pinggiran jalan

Kalau engkau tak mampu menjadi jalan raya
Jadilah saja jalan kecil,
Tetapi jalan setapak yang
Membawa orang ke mata air

Tidaklah semua menjadi kapten
tentu harus ada awak kapalnya….
Bukan besar kecilnya tugas yang menjadikan tinggi
rendahnya nilai dirimu
Jadilah saja dirimu….
Sebaik-baiknya dari dirimu sendiri..

RENUNGAN

SENANDUNG LIRIH


Lirih kusenandungkan bait demi bait dalam pekatnya langit karena mega yang tak jua beranjak dari lembutnya biru. Kembali kukepakkan sayap ini tuk menemuimu, walau harus melintasi langit tak berbintang, kupaksa sayap letih ini menerbangkanku setinggi mungkin agar ku bisa menatap siluetmu dan merengkuhmu kembali.

Ingin ku luruhkan raga ini ke dalam hangatnya pelukmu, agar ku dapat benamkan segala rasa dalam teduhnya pendar matamu, dengan bersimpuh di antara luasnya kasihmu, walau terkadang aku harus melawan angkuhnya waktu, memaksanya tuk berputar bahkan dengan iba ku berharap ia akan menghentikan setiap langkahnya tuk membawaku kembali pulang.

Semakin ku memohon…semakin jauh ia membawaku pergi dengan langkah-langkah lebarnya yang begitu membuatku tak kuasa menengok walau sekilas. Kepakan sayapku semakin letih seiring kerasnya deburan rasa, tapi aku sangat menikmati gemuruhnya alunan air mata dan tawa dalam derasnya arus penyesalan. Ya…aku sangat menikmatinya, aku berusaha menikmati setiap bongkahan rasa. Ku coba memungut dan menyatukan kepingan tangis, senyum serta tawa, tuk kubawa dalam setiap kepakanku karena engkau ada, dan selalu ada di setiap mozaik langkahku hingga kelak ku berjumpa denganmu tuk mencium lembut tangan-tanganmu yang penuh cinta.

Kini tlah kusadari dirimu tlah jauh dari sisi
Ku tau tak mungkin kembali kuraih semua hanya mimpi
Ingin ku coba lagi mengulang yang telah terjadi
Tetapi semua sudah tak berarti

Kau tinggal pergi

Adakah kau mengerti kasih rindu hati ini tanpa kau disisi
Mungkin kah kau percaya kasih bahwa diri ini ingin memiliki lagi

Kusadari kembali ternyata semua khayal diri
Kini ku tau tak mungkin ada waktu untuk mencintaimu lagi

Adakah kau mengerti kasih rindu hati ini tanpa kau disisi
Mungkin kah kau percaya kasih bahwa diri ini ingin memiliki lagi…



Tuk alm. Sedijono, papa yang penuh cinta dengan segala ketulusan serta keikhlasannya

Hari ini 16 September 2009, tepat tiga tahun berpulangnya pribadi yang sederhana namun kaya hati.

Jumat, September 04, 2009

RENUNGAN

FENOMENA MUDIK


Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran, tak bisa dipisahkan dengan tradisi mudik atau pulang kampung. Saat lebaran tiba, semua kota besar di Indonesia khususnya Jakarta menjadi lengang, ditinggalkan para penduduknya. Dari sinilah kita bisa tahu siapa saja penghuni kota ini.

Mencermati tradisi mudik yang tak jauh beda setiap tahunnya, dari persiapan awal seperti penjualan tiket kereta, bus, kapal bahkan pesawat yang bisa didapat jauh-jauh hari tepatnya H-30 sampai maraknya para calo tiket, riuhnya beragam discount ataupun sale yang ditawarkan di berbagai mall, pemandangan yang sangat padat di pusat-pusat perbelanjaan karena banyaknya orang yang ingin tampil serba baru di kampung halamannya saat hari Raya Lebaran, membuat tradisi mudik menjadi sesuatu yang sangat dirindukan oleh siapapun.

Kalau kita melihat begitu antusiasnya orang-orang yang ingin mudik hingga mereka rela berdesak-desakan di stasiun maupun di terminal, siap menyerbu kendaraan yang akan mengantar ke kampungnya hingga mereka rela duduk, berdiri bahkan tidur di WC kereta dan tidak menghiraukan lagi dengan sengatan bau yang tak sedap asal bisa mudik dengan selamat, rasa bangga serta gembira para pemudik dengan setumpuk oleh-oleh hasil kerja kerasnya selama di kota yang siap dibagi-bagikan kepada orang tua, saudara dan kerabat, membawa suatu semangat tersendiri bagi para pelaku mudik. Suatu semangat yang disertai kerinduan untuk dapat bertemu dengan orang-orang yang kita cinta.
Dengan berbekal semangat dan rasa rindu akan tempat asal kita, seharusnya memunculkan pertanyaan pada diri masing-masing.

Apakah kita juga merasakan rindu yang sama untuk pulang ke kampung yang sesungguhnya?
Karena mudik yang sesungguhnya adalah kepulangan kita ke akhirat.
QS Ali ‘Imran (3) : 185 “Tiap-tiap yang berjiwa (nafs) akan merasakan mati”
QS Yaasin (36) : 83 “Maka Maha Suci Alah yang ditangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan”

Apakah kita juga sangat merindukan bertemu dengan Allah SWT Dzat Yang Menciptakan dan Memiliki kita, melebihi kerinduan bertemu dengan orang tua maupun kerabat?
QS Al Fajr (89) : 27-30 “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaKu dan masuklah ke dalam SurgaKu”

Apakah kita juga bersemangat menyiapkan dan membawa semua bekal yang akan menemani kita selama dalam perjalanan menuju ke hadapan Illahi?
Apakah kita juga dengan senang hati menyiapkan oleh-oleh yang akan kita persembahkan untuk Tuhan Semesta Alam, sebagai tanda bakti kita kepada Dzat Yang Maha Baik, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang?
Karena bekal serta oleh-oleh yang sesungguhnya adalah ketaatan dan ketaqwaan kita kepada-Nya, seluruh amal shalih, serta kebaikan yang kita perbuat
QS Al Hasyr (59) : 18 “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)

Semoga kesucian dan kemuliaan bulan Ramadhan terus mengiringi kita agar menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik dalam urusan dunia dan yang lebih penting lagi dalam urusan akhirat seperti Sabda Nabi Muhammad SAW, “barang siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dia adalah orang yang beruntung. Barang siapa yang hari ini sama dengan kemarin, maka dia adalah orang yang rugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka dia itulah orang yang celaka.”

Dan yang tak kalah penting, semangat mudik untuk merayakan Idul Fitri tahun ini dapat membukakan hati serta pikiran kita untuk menyadari akan kelima hal ini yaitu minallah (kita berasal dari Allah), lillah (kita dan segala hal yang melekat dalam diri kita adalah milik Allah), billah (kita bisa menjalani hidup karena bantuan Allah), ma’allah (bersama Allah pula, kita mampu menjalani seluruh aktivitas) dan pada akhirnya, ilallah (kita semua pasti akan kembali kepada Allah).

Selamat mudik, hati-hati dalam perjalanan dan semoga selamat sampai di tujuan….





By Diah Arie




Selasa, September 01, 2009

AVERRHOA CARAMBOLA


Averrhoa Carambola, sebagian dari kita mungkin masih asing dengan nama latin tersebut tapi jika menyebut Buah Belimbing, siapa yang tak mengenalnya. Di kalangan internasional, buah Belimbing dikenal dengan sebutan Star Fruit, karena penampakannya jika dipotong secara horizontal menyerupai bintang.

Belimbing berasal dari India atau Srilangka dan dibudidayakan di Negara-negara kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia, Filipina serta Thailand. Selain di Asia Tenggara, Belimbing juga dikenal di Negara beriklim sub tropis lain, seperti Amerika dan Australia. Ini karena belimbing mudah tumbuh dengan baik di tempat dengan ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut dengan curah hujan tinggi dan mendapat cukup cahaya matahari. Sedangkan di Indonesia sendiri, belimbing banyak dijumpai di daerah Demak, Jawa Tengah.

Buah belimbing dibedakan menjadi dua jenis, yang rasanya manis dengan bentuk bintang disebut belimbing manis, sedangkan yang rasanya lebih asam dan biasa digunakan untuk bumbu masakan adalah belimbing wuluh atau belimbing sayur (Avverhoa Bilimbi).

Dalam literature Tanaman Obat Indonesia (TOI) disebutkan bunga belimbing manis dapat digunakan sebagai antipiretik dan ekspektoran untuk mengatasi batuk pada anak-anak. Buahnya mengandung banyak Vitamin C dan memiliki khasiat sebagai antiinflasi, diuretic dan analgesic. Sehingga baik untuk penyembuhan batuk, sariawan, sakit tenggorokan, mengatasi demam, kencing manis serta kolesterol. Karena kandungan vitamin C-nya yang tinggi, belimbing manis baik dikonsumsi untuk penderita kanker.

Sedangkan akar dari belimbing manis berkhasiat untuk menyembuhkan sakit kepala serta nyeri persendian, bagian daunnya pun dapat digunakan untuk mengatasi radang lambung, sebagai obat luar untuk radang kulit bernanah dan bisul.
Belimbing manis memang memiliki banyak khasiat, tetapi bagi orang-orang yang mempunyai masalah dengan ginjal sangat tidak disarankan untuk mengkonsumsinya. Karena, di dalam buah belimbing manis terdapat banyak asam oxalic yang berbahaya bagi penyandang penyakit ginjal.[]




Sumber : Taman Wisata Mekarsari
Disunting oleh : Diah Arie S

Selasa, Agustus 25, 2009

RESENSI

PESONA IBU NEGARA ANI YUDHOYONO

Wanita Di Balik Sukses SBY



Penulis : Ariyana Wahidah

Penerbit : Teraju, Jakarta, 2009

294 halaman, ISBN : 978-979-3603-95-7


Siapa yang tak kenal dengan nama Ani Yudhoyono, putri ketiga dari pasangan Alm. Letjen (pur) Sarwo Edhie Wibowo dan Hj. Sunarti Sri Hadiyah. Pastinya sebagai warga Negara Indonesia, telah akrab dengan nama tersebut begitu juga kiprahnya sebagai ibu Negara yang dengan setia selalu berada di samping sosok kharismatik, Susilo Bambang Yudhoyono.

Wanita yang lahir di Yogyakarta 6 Juli 1952, yang nama aslinya sempat memancing isu saat kampanye pilpres 2004 ini memiliki pesona serta self image yang kuat, sepadan dengan sang suami. Pribadi Ibu Ani Yudhoyono, demikian panggilan akrab dari Hj, Kristiani Herrawati, yang cerdas, memiliki wawasan luas, serta diimbangi dengan pengalaman panjang mendampingi suaminya ketika menjalani karir militer maupun nonmiliter dan inner beauty-nya, menjadikan seorang Ani Yudhoyono tidak sekedar sebagai “konco wingking” namun ia siap menjadi mitra Presiden.

Selama menjadi first lady, kinerja dan prestasinya banyak mendapatkan acungan jempol dari semua kalangan. Tercatat beliau pernah menerima PIN dari pemenang Nobel Perdamaian 2006 Mohammad Yunus sebagai Tokoh Penggerak Keuangan Mikro di Indonesia, pada acara “The Asia Pacific Regional Micro Credit Summit 2008” di Bali, selain itu ia juga masuk nominasi penerima PKS Award sebagai inspiring woman karena idenya mempelopori mobil pintar, serta dinilai sukses menjalankan tugas ibu Negara dengan baik.

Selain gagasannya berupa mobil pintar yang mendapat apresiasi dari UNESCO karena terbukti efektif dalam menjalankan program pemberantasan buta aksara dan mencerdaskan anak Indonesia, juga ada “one man one tree”, imbauan agar setiap kelahiran ditandai dengan penanaman satu pohon, lalu bersama dengan SIKIB (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu), -nenek dari Almira Tunggadewi Yudhoyono (Aira) ini-, mewujudkan konsep Indonesia Sejahtera yang diimplementasikan dalam program Indonesia Pintar, Indonesia Sehat, Indonesia Kreatif dan Indonesia Peduli.

Saat terjadi bencana tsunami di Aceh, wanita yang dipersunting SBY pada 30 Juli 1976 ini spontan menggerakkan para istri menteri yang tergabung dalam SIKIB, untuk memberi bantuan kepada para korban dengan mendirikan lima puluh buah rumah di Desa Ajun serta memberikan modal kerja. Keberhasilan Ibu Ani Yudhoyono juga diraih dalam hal lingkungan hidup, dengan meraih penghargaan dari UNEP (United Nations Environment Programme) atas terwujudnya program penanaman 10 juta pohon.

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta menganugerahi gelar istri Presiden SBY ini sebagai Ibu Pembangunan Pemberdayaan Perempuan, Kesejahteraan dan Perlindungan Anak. Ibu dari dua putra ini – Agus Harimurti Yudhoyono dan Edhie Baskoro – juga sangat peduli dengan produksi dalam negeri, dengan mendorong peningkatan kualitas dan mengajak masyarakat Indonesia mencintai produksi Indonesia.

Sederetan aktivitas di bidang politik dan sosial sudah pernah dijalaninya, Ibu Ani pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Umum DPP Partai Demokrat, aktif dalam kegiatan sosial di Persit Kartika Chandra Kirana, Dharma Pertiwi dan Dharma Wanita, selama SBY menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada era kepemimpinan Gus Dur dan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan era pemerintahan Megawati.

Alhasil, seperti mengamini pepatah kuno yang mengatakan, dibalik laki-laki hebat, pastilah ada seorang perempuan hebat. Di balik kesuksesan Susilo Bambang Yudhoyono, pasti tak lepas dari sentuhan tangan lembut Kristiani Herrawati yang memberikan dukungan total terhadap tugas serta tanggung jawab suaminya dalam mengemban tugas Negara.[]




Oleh : Diah Arie S.

25 August 2009


www.catatanqta.blogspot.com

www.mengikatmakna.wordpress.com

Rabu, Agustus 05, 2009

MARHABAN YA RAMADHAN

Rasulullah SAW bersabda….
“Seandainya umatku mengetahui keistimewaan Ramadhan, niscaya mereka mengharap agar semua bulan menjadi Ramadhan”.
“Ada dua kenikmatan yang didapatkan oleh orang yang berpuasa, yaitu sekali pada saat berbuka dan sekali pada saat menemui Tuhannya”

QS Al-Baqarah (2) : 183
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.


Puasa atau shiyam dalam bahasa Al Quran berarti menahan diri, untuk tidak makan, minum serta menahan diri dari segala dorongan hawa nafsu. Ada yang melakukannya dengan alasan kesehatan, kelangsingan badan, ada juga yang bertujuan untuk membersihkan jiwa dari dosa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Apapun motivasinya, puasa tidak bisa dipisahkan dari usaha pengendalian diri, karena secara umum jiwa manusia berpotensi untuk sangat mudah terpengaruh. Apalagi bila ia tidak mempunyai kesadaran untuk mengendalikan serta niat yang kuat untuk menghadapi hal-hal negatif.

Dari sisi lain, kehidupan manusia dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaannya dalam memenuhi kebutuhan fa’ali (makan, minum dan hubungan seks) apabila ia telah terbiasa dengan pemenuhan yang berlebihan, maka, tujuan berpuasa selain sebagai pengendali diri juga dapat berfungsi sebagai alat untuk membebaskan manusia dari belenggu kebiasaan yang berlebihan, yang selama ini mengikatnya.

Puasa dapat juga disebut sebagai jihad akbar, yaitu suatu peperangan yang bila dimenangkan maka akan dapat mengendalikan nafsu tanpa menghabisi ataupun menghancurkannya. Sebab pada bulan Ramadhan, setiap muslim dituntut untuk berperang menaklukkan nafsunya dan seperti halnya perang dalam Islam yang tidak bertujuan untuk menghabisi apalagi memusnahkan potensi lawan. Tujuannya sekedar mengendalikan, karena sejelek-jeleknya sesuatu, pasti ada segi positif dalam diri manusia itu yang dapat dimanfaatkan.

Kelak, manusia dengan segala nafsu, sikap dan sifatnya pasti akan bertemu dengan Pencipta-nya dan di dalam perjalanannya menuju ke Yang Maha Memiliki, -khususnya selama bulan Ramadhan, yang merupakan bagian dari perjalanan hidup seorang muslim- manusia berusaha sekuat kemampuannya untuk mencontoh sifat-sifat Tuhan. Bukankah Allah SWT tidak makan, bahkan memberi makan, tidak minum? Bukankah Allah SWT Maha Pengampun, Maha Pengasih, Maha Penyayang, tidak pernah membenci dan mendzalimi, menyakiti ataupun menelantarkan mahlukNya?

Jika seperti demikian hakikat puasa, maka Ramadhan adalah suatu media yang mengantarkan seorang muslim kepada “bersikap serta bersifat dengan sikap dan sifat Allah SWT.”
Lalu, apa yang harus kita persiapkan untuk menyambut bulan yang penuh rahmat ini? Jiwa yang suci dan tekad yang membaja untuk memerangi nafsu, menghidupkan malamnya dengan shalat serta tadarus dan siangnya dengan ibadah kepada Sang Khalik melalui pengabdian kepada keluarga, lingkungan, bangsa dan Negara.

Karena pada bulan puasa, dosa-dosa manusia habis terbakar, akibat kesadaran dan amal salehnya, selain itu Ramadhan menjadi sebuah waktu untuk mengasah serta mengasuh jiwa seseorang. Sehingga jika seorang muslim berhasil melewati bulan Ramadhan atas izin serta ridha-Nya dan mampu menjadi “pribadi yang kembali pada fitrahNya”, maka Insyaallah dapat merasakan kenikmatan ruhani yang melebihi kelezatan jasmani.
Hanya saja yang sangat disayangkan, banyak orang yang tidak mengetahuinya karena tidak pernah mencobanya.




By Diah Arie

Sabtu, Juli 11, 2009

SERI ILMUWAN MUSLIM

ABU ‘ABDALLAH MUHAMMAD IBNU MUSA AL-KHWARIZMI,
BAPAK ALJABAR
(780 – 846 M)

Ilmuwan yang bernama lengkap Abu 'Abdallah Muhammad Ibnu Musa al-Khwarizmi itu kerap dijuluki sebagai Bapak Aljabar. Ia merupakan seorang ahli matematika dari Persia yang dilahirkan pada tahun 194 H/780 M, tepatnya di Khwarizm, Uzbeikistan.
Selain terkenal sebagai seorang ahli matematika yang agung, Al-Khwarizmi juga adalah astronomer, dan geografer yang hebat. Berkat kehebatannya, Al-Khwarizmi terpilih sebagai ilmuwan penting di pusat keilmuwan yang paling bergengsi pada zamannya, yakni Bait al-Hikmah atau House of Wisdom yang didirikan khalifah Abbasiyah di metropolis intelektual dunia, Baghdad.

Bait al-Hikmah merupakan lembaga yang berfungsi sebagai pusat pendidikan tinggi. Dalam kurun waktu dua abad, Bait al-Hikmah berhasil melahirkan banyak pemikir dan intelektual Islam, di antaranya, Al-Khwarizmi. Beliau seorang ilmuwan jenius pada masa keemasan Islam di kota Baghdad, pusat pemerintahan Kekhalifahan Abbasiyah. Ia sangat berjasa besar dalam mengembangkan ilmu aljabar dan aritmetika.

Kitab Aljabr Wal Muqabalah (Pengutuhan Kembali dan Pembandingan) merupakan pertama kalinya dalam sejarah dimana istilah aljabar muncul dalam kontesk disiplin ilmu. Nama aljabar diambil dari bukunya yang terkenal tersebut. Karangan itu sangat populer di negara-negara barat dan diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin dan Italia. Bahasan yang banyak dinukil oleh ilmuwan barat dari karangan Khwarizmi adalah tentang persamaan kuadrat.
Sumbangan Al-Khwarizmi dalam ilmu ukur sudut juga luar biasa. Tabel ilmu ukur sudutnya yang berhubungan dengan fungsi sinus dan garis singgung tangen telah membantu para ahli Eropa memahami lebih jauh tentang ilmu ini. Ia mengembangkan tabel rincian trigonometri yang memuat fungsi sinus, kosinus dan kotangen serta konsep diferensiasi.

Selain mengarang al-Maqala fi Hisab-al Jabr wa-al-Muqabalah, ia juga diketahui telah menulis beberapa buku dan banyak diterjemahkan ke dalam bahasa latin pada awal abad ke-12, oleh dua orang penerjemah terkemuka yaitu Adelard Bath dan Gerard Cremona. Risalah-risalah aritmatikanya, satu diantaranya berjudul Kitab al-Jam'a wal-Tafreeq bil Hisab al-Hindi (Menambah dan Mengurangi dalam Matematika Hindu).Buku-buku itu terus dipakai hingga abad ke-16 sebagai buku pegangan dasar oleh universitas-universitas di Eropa. Al-Khwarizmi meninggal pada tahun 262 H/846 M di Baghdad.

Karya Al-Khwarizmi

Kitab yang berjudul al-Kitab al-mukhtasar fi hisab al-gabr wa'l-muqabalah, dalam bahasa Inggris dikenal sebagai "The Compendious Book on Calculation by Completion and Balancing". Kitab peletak dasar matematika modern itu biasa pula disebut Hisab al-jabr wal-muqabalah. Muhammad Ibnu Musa al-Khwarizmi merampungkan kitab yang sangat populer dan menjadi rujukan para ahli matematika sepanjang zaman itu pada 820 M. Berkat kitab inilah, dunia matematika modern mengenal istilah Aljabar. Aljabar berasal dari bahasa Arab al-gabr yang berarti ''pertemuan'' atau ''hubungan.''

Aljabar merupakan cabang matematika yang dapat dicirikan sebagai generalisasi dan perpanjangan aritmatika. Aljabar juga merupakan nama sebuah struktur aljabar abstrak, yaitu aljabar dalam sebuah bidang. Carl B. Boyer dalam karyanya bertajuk "The Arabic Hegemony": A History of Mathematics, mengungkapkan, Kitab Aljabar karya Khwarizmi menguraikan perhitungan yang lengkap dalam memecahkan akar positif polynomial persamaan sampai dengan derajat kedua. Boyer menambahkan, kitab karya Khwarizmi itu juga memperkenalkan metode dasar "mengurangi" dan "keseimbangan/balancing", yang mengacu pada perubahan syarat-syarat mengurangi sisi lain sebuah persamaan yaitu pembatalan syarat-syarat seperti sisi berlawanan dari persamaan.

Kitab Aljabar juga telah menjadi rujukan ilmuwan sepanjang masa, baik itu bagi matematikus Islam maupun Barat. Beberapa saintis terkemuka juga telah menerbitkan buku dengan nama Kitab al-Gabr wa-l-muqabala, diantaranya; Abu Hanifa al-Dinawari serta Abu Kamil Shuja ibnu Aslam. Selain itu, tercatat nama Abu Muhammad al-'Adli, Abu Yusuf al-Missisi, 'Abd Al-Hamid ibnu Turk, Sind ibnu 'Ali, Sahl ibnu Bišr, dan Sarafaddin al-Tusi juga termasuk ilmuwan Muslim yang banyak terpengaruh pemikiran Khwarizmi.

Rashed dan Angela Armstrong dalam karyanya bertajuk The Development of Arabic Mathematics, menegasakan bahwa Aljabar karya Al-Khwarizmi memiliki perbedaan yang signifikan dibanding karya Diophantus, yang kerap disebut-sebut sebagai penemu Aljabar. Dalam pandangan kedua ilmuwan itu, karya Khwarizmi jauh lebih baik di banding karya Diophantus.
"Teks karya Khwarizmi begitu berbeda, tidak hanya dari buku karya orang Babilonia, tetapi juga dari karya Aritmatika-nya Diophantus. Ini tidak lagi menyangkut sejumlah masalah untuk diselesaikan, namun sebuah pertunjukan yang dimulai dengan istilah sederhana yang kombinasinya memberikan semua kemungkinan untuk persamaan dasar, yang mulai saat ini secara eksplisit merupakan objek studi yang benar,'' papar Rasheed dan Armstrong.

Hal senada diungkapkan sejarawan sains JJ O'Connor dan EF Robertson pada karyanya berjudul History of Mathematics. Menurutnya, karya matematikus Persia itu merupakan karya yang revolusioner. "Mungkin salah satu kemajuan yang paling signifikan yang dibuat ahli matematika Arab hingga saat ini adalah karya Khwarizmi, yakni Kitab Aljabar,'' ujar O'Connor dan Robertson. Menurut keduanya, Kitab Aljabar sungguh sangat revolusioner, karena mampu beralih dari konsep matematika Yunani yang didasarkan pada geometri. Dalam pandangan O'Connor dan Robertson, Kitab Aljabar yang ditulis Khwarizmi berisikan teori pemersatu yang menyediakan angka-angka/bilangan rasional, angka-angka irasional, besar/jarak geometri, dan lain-lain.

Kitab Aljabar telah membuka jalan baru bagi konsep yang telah ada sebelumnya. Kitab karya Al-Khwarizmi itu merupakan sebuah kompilasi dan perluasan aturan yang diketahui untuk memecahkan persamaan kuadrat dan untuk beberapa masalah lain, dan dianggap sebagai dasar aljabar moderen. Buku yang sangat populer ini mulai diperkenalkan ke dunia Barat lewat terjemahan bahasa Latin oleh Robert of Chester berjudul Liber algebrae et almucabala. Karena buku ini tidak memberikan sejumlah kutipan untuk penulis sebelumnya, sehingga tak diketahui pendapat siapa saja yang digunakan Khwarizmi sebagai referensi dalam karyanya itu.

Pastinya yang paling berhubungan dalam karya Khwarizmi adalah ilmu matematika India. Pasalnya, ia telah menulis buku berjudul Kitab al-Jam wa-l-tafriq-bi-hisab al-Hind atau The Book of Addition and Subtraction According to the Hindu Calculation yang membahas sistem bilangan Hindu-Arab. Sebua buku yang menjelaskan tentang persamaan pengurangan kuadrat acak ke salah satu dari enam jenis dasar dan menyediakan metode aljabar dan geometri untuk memecahkan dasar utama.




Sumber : Republika, Khazanah Islam
Disunting oleh: Diah Arie, 6 Juli 2009

Kamis, Juli 09, 2009

SPECIAL GIFT FOR MY LOVELY SON

8 Juli 2000, Sabtu pukul 01.00 dini hari….

“Aduuhh ya Allah..pa, pa….” rintihku pelan sambil menggengam erat tangan kanan Arzal. Kucoba membalikkan posisi tidurku tapi rasa aneh di perutku ini terasa semakin menohok setiap sendi dan tulang-tulangku. Keringat dingin mulai deras mengalir di semua permukaan kulit, karena aku berusaha sebisa mungkin mengikuti naik turun irama yang serasa meliuk liuk di dalam perutku.

“Kenapa ma, sakit? Mules? ” tanya Arzal sambil mengelap keringat dingin di mukaku.
“Ehhmmmm, interval mulesnya udah sepuluh menit nih,” lanjutnya tenang sambil menatap jam dinding di seberang ranjang.
Sambil membantuku bangun menuruni ranjang, Arzal bergegas mengenakan sweater ungunya yang tergantung di balik pintu kamar. Digandengnya aku menuruni anak tangga satu demi satu, menuju kamar papa.

Tok..tok…”pak….pak….pak”
Dengan tergopoh gopoh pria sepuh itu membuka pintu kamarnya dan ekspresi wajahnya sontak berubah pucat saat melihat kondisiku, kemudian tanpa banyak tanya papa mengantarku dan Arzal menuju mobil. Diiringi tatapan penuh kecemasan tapi masih ada seberkas keteduhan di mata rentanya, papa mengusap kepalaku sebelum mobil melaju di tengah dinginnya pagi.

Lima belas menit kemudian, aku sudah berada di suatu ruangan yang sangat hening, detak jarum jam bagaikan suara godam yang begitu kencang menghantam tembok rumah sakit ini hingga perutku bergetar, lalu…….
“Maaf bu, kita periksa sebentar ya..” suara perawat berjilbab putih membuatku kembali ke realita bahwa perut ini sebentar lagi akan meledak. Selang beberapa menit kemudian, dokter kandungan yang selama ini menangani kehamilanku telah berdiri di samping kiri bersebelahan dengan Arzal yang sejak awal tak henti-hentinya membisikkan doa memohon kekuatanNYA untuk diriku.

“Bismillah ya pak, bu….” Ujar dokter Bambang sambil menepuk pundak suamiku dan segera bergeser persis tepat di ujung kakiku.
Kemudian berlangsunglah suatu proses meregang nyawa, laksana seorang mujahid, hingga tepat jam lima kurang seperempat atas izin dan pertolongan Allah Yang Maha Baik, bayi mungil berkelamin laki-laki dengan bobot 2,8 kg, panjang 49 cm berhasil menghirup udara pagi. Alhamdulillah Ya Allah….Allahu Akbar

8 Juli tahun ini….

Anakku…..
Bertambah satu bilangan usiamu di hari ini, tak berasa ya kau bertambah tinggi, besar dan bertambah pintar, semakin banyak pertanyaan kritis yang selalu kau lontarkan kepada kami, semakin banyak ilmu yang kau dapatkan, walau tak jarang di sela-sela waktumu, kau mempermainkan emosi kami bahkan membuat kami meneteskan air mata melihat tingkah polahmu. Air mata?? Ya air mata bahagia, haru, bangga sampai air mata kesedihan.

Anakku…..
Sembilan tahun usiamu kini, masih sangat belia dan di depan sana masih terbentang panjang alur kehidupan yang bertabur sejuta warna menanti jejak kakimu. Anakku….jika kelak kau telah melangkah di atasnya, ingatlah akan sesuatu yang selalu mama papa hadiahkan untukmu….di setiap tarikan nafas kami untuk setiap jengkal langkahmu

Ya Rabbana, segala syukur ini hanya pantas untukMU…
Ya Rabbana, terima kasih kami atas amanah yang Engkau berikan….seorang anak laki-laki yang terlahir normal, sehat dan tumbuh dengan cerdas dalam perlindunganMU Ya Allah Ya Mukmin serta dalam segala kebaikanMU Ya Tuhanku.

Ya Allah Dzat Yang Maha Mendengar……Jadikanlah anak kami ini sebagai bagian dari hamba-hambaMU yang shalih, yang berbakti kepadaMU dengan seluruh cintanya untukMU dan RasulMU, berbakti kepada kedua orangtuanya, agamanya serta bagi bangsa dan negaranya. Ya Allah Yang Maha Kuasa….siramilah anak kami dengan cinta dan kebaikan-kebaikanMU, jadikanlah ia sebagai penyejuk mata dan hati kedua orang tuanya, yang kelak akan selalu mendoakan kami, jadikanlah ia sebagai hambaMU yang qanaah terhadapMU, yang selalu taat kepadaMU Ya Allah, yang selalu beriman dan bertaqwa kepada Engkau Dzat Yang Maha Agung.

Ya Allah Ya Tuhan kami, berilah anak kami kelembutan dan kerendahan hati, baguskanlah lisannya, perbuatannya, sikap, sifat serta akhlaknya seperti junjungan kami Nabi Muhammad SAW.

Ya Allah hanya Engkau tempat hamba memohon dan kembali…izinkanlah kami meminta panjang umur yang bermanfaat dunia akhirat untuk buah cinta kami, kesehatan dan ilmu yang Engkau ridhoi agar kelak ia bisa mengamalkannya di jalanMU bagi kemaslahatan ummat.

Ya Allah Ya Rahmaan Ya Rahiim, Ya Allah Ya Salaam, Ya Allah Mukmin Ya Muhaimin….
Lindungilah dirinya dari segala sesuatu yang menyesatkan dan dari setiap hal yang Engkau murkai, Ya Allah… jagalah anak kami di setiap hembusan nafasnya dan di setiap denyut nadinya.

Ya Allah Ya Ghaffaar, Ya Allah Ya Ghafuur….Kami sadar Ya Rabb…masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan pada diri kami sebagai orang tua di dalam mendidik, menjaga, mengasuh serta merawat buah hati kami. Ampunilah kami Ya Allah,,,jika kami belum mampu meneladani Rasulullah SAW, kami belum bisa seperti Kanjeng Nabi saat mengasuh dan merawat Qasim, Abdullah, Al-Thayyib, Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum serta Fathimah.

Ya Rabbana…ajarilah kami agar bisa menjadi orang tua yang shalih dan shalihah, yang dapat mengantarkan amanah dariMU ini menjadi khalifah yang Engkau cintai, di dalam suatu keluarga yang sakinah. Amiin…..

Anakku….Inilah hadiah dari kami, memang bukan kado yang berisi PSP, netbook, ATV atau barang-barang yang kau inginkan. Sebuah bingkisan yang teramat sederhana, terucap dari hati yang selalu penuh kasih untukmu, yang tak akan lekang dimakan waktu.

Selamat Milad buat anakku Muhammad Alif Faizal Razan





8 Juli 2009
By diaharie



Sabtu, Juni 20, 2009

SERI ILMUWAN MUSLIM

ABU ALI AL-HASAN IBNU al-HAITHAM,
PENEMU KAMERA OBSCURA
(965-1039 M)


Tahukah Anda, kata kamera yang digunakan saat ini berasal dari bahasa Arab, yakni qamara. Istilah qamara muncul berkat kerja keras al-Haitham yang terlahir dengan nama Abu Ali al-Hasan Ibnu al-Haitham di Kota Basrah, Persia, saat Dinasti Buwaih dari Persia menguasai Kekhalifahan Abbasiyah. Al–Haitham menempuh pendidikan pertamanya di tanah kelahirannya, beranjak dewasa ia merintis kariernya sebagai pegawai pemerintah di Basrah. Namun, Al-Haitham lebih tertarik untuk menimba ilmu dari pada menjadi pegawai pemerintah. Kemudian, ia merantau ke Ahwaz dan metropolis intelektual dunia kala itu, yakni kota Baghdad. Di kedua kota tersebut al-Haitham menimba beragam ilmu. Ghirah keilmuannya yang tinggi membawanya terdampar hingga ke Mesir.

Al-Haitham pun sempat mengenyam pendidikan di Universitas al-Azhar yang didirikan Kekhalifahan Fatimiyah dan secara otodidak, ia mempelajari hingga menguasai beragam disiplin ilmu seperti ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, fisika, dan filsafat

Jauh sebelum masyarakat Barat menemukan kamera, prinsip-prinsip dasar pembuatannya telah dicetuskan oleh al-Haitham seorang sarjana Muslim, sekitar 1.000 tahun silam, tepatnya pada akhir abad ke-10 M. Penemuan yang sangat inspiratif itu berhasil dilakukan al-Haitham bersama Kamaluddin al-Farisi. Keduanya berhasil meneliti dan merekam fenomena kamera obscura. Penemuan itu berawal ketika keduanya mempelajari gerhana matahari. Untuk mempelajari fenomena gerhana, al-Haitham membuat lubang kecil pada dinding yang memungkinkan citra matahari semi nyata diproyeksikan melalui permukaan datar. Oleh kamus Webster, fenomena ini secara harfiah diartikan sebagai ''ruang gelap''. Biasanya bentuknya berupa kertas kardus dengan lubang kecil untuk masuknya cahaya. Teori yang dipecahkan Al-Haitham itu telah mengilhami penemuan film yang kemudian disambung-sambung dan dimainkan kepada para penonton.

Kajian ilmu optik berupa kamera obscura itulah yang mendasari kinerja kamera yang saat ini digunakan umat manusia. "Kamera obscura pertama kali dibuat oleh ilmuwan Muslim, Abu Ali Al-Hasan Ibnu al-Haitham, yang lahir di Basra (965-1039 M),'' ungkap Nicholas J Wade dan Stanley Finger dalam karyanya berjudul The eye as an optical instrument: from camera obscura to Helmholtz's perspective. Dunia mengenal al-Haitham sebagai perintis di bidang optik yang terkenal lewat bukunya bertajuk Kitab al-Manazir (Buku optik). Kitab al-Manazir merupakan buku pertama yang menjelaskan prinsip kerja kamera obscura Untuk membuktikan teori-teori dalam bukunya itu, al-Haitham lalu menyusun Al-Bayt Al-Muzlim atau lebih dikenal dengan sebutan kamera obscura, atau kamar gelap.

Al-Haitham merupakan ilmuwan pertama yang berhasil memproyeksikan seluruh gambar dari luar rumah ke dalam gambar dengan kamera obscura. Istilah kamera obscura yang ditemukan al-Haitham pun diperkenalkan di Barat sekitar abad ke-16 M. Lima abad setelah penemuan kamera obscura, Cardano Geronimo (1501 -1576), yang terpengaruh pemikiran al-Haitham mulai mengganti lubang bidik lensa dengan lensa (camera).

Penggunaan lensa pada kamera obscura juga dilakukan Giovanni Batista della Porta (1535–1615 M). Joseph Kepler (1571 - 1630 M), meningkatkan fungsi kamera itu dengan menggunakan lensa negatif di belakang lensa positif, sehingga dapat memperbesar proyeksi gambar (prinsip ini digunakan dalam dunia lensa foto jarak jauh modern).
Robert Boyle (1627-1691 M), mulai menyusun kamera yang berbentuk kecil, tanpa kabel, jenisnya kotak kamera obscura pada 1665 M. Setelah 900 tahun dari penemuan al-Haitham, pelat-pelat foto pertama kali digunakan secara permanen untuk menangkap gambar yang dihasilkan oleh kamera obscura.

Foto permanen pertama diambil oleh Joseph Nicephore Niepce di Prancis pada 1827. Tahun 1855, Roger Fenton menggunakan plat kaca negatif untuk mengambil gambar dari tentara Inggris selama Perang Crimean. Tahun 1888, George Eastman mengembangkan prinsip kerja kamera obscura ciptaan al-Haitham dengan baik sekali dan George Eastman lah yang menciptakan kamera kodak. Sebuah versi kamera obscura digunakan dalam Perang Dunia I untuk melihat pesawat terbang dan pengukuran kinerja. Pada Perang Dunia II kamera obscura juga digunakan untuk memeriksa keakuratan navigasi perangkat radio. Begitulah penciptaan kamera obscura yang dicapai al-Haitham mampu mengubah peradaban dunia.

Peradaban dunia modern tentu sangat berutang budi kepada al-Haitham, yang selama hidupnya telah menulis lebih dari 200 karya ilmiah. Semua didedikasikannya untuk kemajuan peradaban manusia. Sayangnya, umat Muslim lebih terpesona pada pencapaian teknologi Barat, sehingga kurang menghargai dan mengapresiasi pencapaian yang telah dilakukan oleh para ilmuwan Muslim.

Sejarah al-Haitham, Sang Penemu Kamera Obscura

Secara serius al-Haitham mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Beragam teori tentang ilmu optik telah dilahirkan dan dicetuskannya. Dialah orang pertama yang menulis dan menemukan pelbagai data penting mengenai cahaya.
Dalam salah satu kitab yang ditulisnya, Alhazen - begitu dunia Barat menyebutnya - juga menjelaskan tentang ragam cahaya yang muncul saat matahari terbenam. Al-Haitham pun mencetuskan teori tentang berbagai macam fenomena fisik seperti bayangan, gerhana, dan juga pelangi. Keberhasilan lainnya yang terbilang fenomenal adalah kemampuannya menggambarkan indra penglihatan manusia secara detail. Tak heran, jika 'Bapak Optik' dunia itu mampu memecahkan rekor sebagai orang pertama yang menggambarkan seluruh detil bagian indra pengelihatan manusia.

Hebatnya lagi, al-Haitham mampu menjelaskan secara ilmiah proses bagaimana manusia bisa melihat. Teori yang dilahirkannya juga mampu mematahkan teori penglihatan yang diajukan dua ilmuwan Yunani, Ptolemy dan Euclid. Kedua ilmuwan ini menyatakan bahwa manusia bisa melihat karena ada cahaya keluar dari mata yang mengenai objek. Berbeda dengan keduanya, al-Haitham mengoreksi teori ini dengan menyatakan bahwa justru objek yang dilihatlah yang mengeluarkan cahaya yang kemudian ditangkap mata sehingga bisa terlihat.
Secara detail, Al-Haitham pun menjelaskan sistem penglihatan mulai dari kinerja syaraf di otak hingga kinerja mata itu sendiri. Ia juga menjelaskan secara detil bagian dan fungsi mata seperti konjungtiva, iris, kornea, lensa, dan menjelaskan peranan masing-masing terhadap penglihatan manusia. Hasil penelitian al-Haitham itu kemudian dikembangkan Ibnu Firnas di Spanyol dengan membuat kaca mata.

Dalam buku lainnya yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris berjudul Light On Twilight Phenomena, al-Haitham membahas mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar bulan dan matahari serta bayang-bayang dan gerhana. Menurut al-Haitham, cahaya fajar bermula apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk timur. Warna merah pada senja akan hilang apabila matahari berada di garis 19 derajat ufuk barat. Ia pun menghasilkan kedudukan cahaya seperti bias cahaya dan pembalikan cahaya.

Al-Haitham juga mencetuskan teori lensa pembesar. Teori itu digunakan para saintis di Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertama di dunia. Sayangnya, hanya sedikit yang tersisa bahkan karya monumentalnya, Kitab al-Manazir , tidak diketahui lagi keberadaannya. Orang hanya bisa mempelajari terjemahannya yang ditulis dalam bahasa Latin.

Sumber : Republika, Khazanah Islam
Disunting oleh: Diah Arie, 20 June 2009

Rabu, Juni 17, 2009

SERI ILMUWAN MUSLIM

ABU NASR MANSUR, PENEMU HUKUM SINUS
(960 M – 1036 M)


Saat masih duduk di bangku sekolah menengah, tentu kita pernah mempelajari istilah sinus dalam mata pelajaran matematika. Sinus adalah perbandingan sisi segitiga yang ada di depan sudut dengan sisi miring. Hukum sinus itu ternyata dicetuskan oleh seorang matematikus Muslim pada awal abad ke-11 M.

Ahli matematika itu bernama Abu Nasr Mansur ibnu Ali ibnu Iraq atau akrab disapa Abu Nasr Mansur (960 M - 1036 M), terlahir di kawasan Gilan, Persia. Keluarganya "Banu Iraq" menguasai wilayah Khawarizm (sekarang, Kara-Kalpakskaya, Uzbekistan). Khawarizm merupakan wilayah yang berdampingan dengan Laut Aral. Di Khawarizm itu pula, Abu Nasr Mansur menuntut ilmu dan berguru pada seorang astronom dan ahli matematika Muslim terkenal Abu'l-Wafa (940 M - 998 M). Otaknya yang encer membuat Abu Nasr dengan mudah menguasai matematika dan astronomi. Kehebatannya itu pun menurun pada muridnya, yakni Al-Biruni (973 M - 1048 M).

Perjalanan kehidupan Abu Nasr dipengaruhi oleh situasi politik yang kurang stabil. Akhir abad ke-10 M hingga awal abad ke-11 M merupakan periode kerusuhan hebat di dunia Islam. Saat itu, terjadi perang saudara di kota sang ilmuwan menetap. Pada era itu, Khawarizm menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Dinasti Samaniyah.Perebutan kekuasaan di antara dinasti-dinasti kecil di wilayah Asia Tengah itu membuat situasi politik menjadi kurang menentu. Pada 995 M, saat Abu Nasr Mansur menjadi pangeran, kekuasaan Banu Iraq digulingkan. Setelah peristiwa itu, Abu Nasr Mansur bekerja di istana Ali ibnu Ma'mun dan menjadi penasihat Abu'l Abbas Ma'mun. Kehadiran Abu Nasr membuat kedua penguasa itu menjadi sukses.

Abu Nasr Mansur menghabiskan sisa hidupnya di istana Mahmud di Ghazna. Beliau wafat pada 1036 M di Ghazni, sekarang Afghanistan. Meski begitu, karya dan kontribusianya bagi pengembangan sains tetap dikenang sepanjang masa. Dunia Islam modern tak boleh melupakan sosok ilmuwan Muslim yang satu ini.

Kontribusi Sang Ilmuwan

Abu Nasr Mansur telah memberikan kontribusi yang penting dalam dunia ilmu pengetahuan. Sebagian karya Abu Nasr fokus pada bidang matematika, yaitu trigonometri, tapi beberapa tulisannya juga membahas masalah astronomi. Abu Nasr berhasil mengembangkan karya-karya ahli matematika, astronomi, geografi dan astrologi Romawi bernama Claudius Ptolemaeus (90 SM – 168 SM).

Dia juga mempelajari karya ahli matematika dan astronom Yunani, Menelaus of Alexandria (70 SM – 140 SM). Abu Nasr mengkritisi dan mengembangkan teori-teori serta hukum-hukum yang telah dikembangkan ilmuwan Yunani itu. Kolaborasi Abu Nasr dengan al-Biruni begitu terkenal. Abu Nasr berhasil menyelesaikan sekitar 25 karya besar bersama al-Biruni. Dalam bidang Matematika, Abu Nasr memiliki tujuh karya, sedangkan sisanya dalam bidang astronomi. Semua karya yang masih bertahan telah dipublikaskan, telah dialihbahasakan kedalam bahasa Eropa, dan ini memberikan beberapa indikasi betapa sangat pentingnya karya sang ilmuwan Muslim itu.

Risalah Abu Nasr membahas lima fungsi trigonometri yang digunakan untuk menyelesaikan masalah dalam bentuk astronomi. Artikel menunjukkan perbaikan yang diperoleh Abu Nasr Mansur dalam penggunan pertama sebagai nilai radius. Karya lain Abu Nasr Mansur dalam bidang astronomi meliputi empat karya dalam menyusun dan mengaplikasi astrolab.
Perannya sungguh besar dalam pengembangan trigonometri dari perhitungan Ptolemy dengan penghubung dua titik fungsi trigonometri yang hingga kini masih tetap digunakan. Selain itu, dia juga berjasa dalam mengembangkan dan mengumpulkan tabel yang mampu memberi solusi angka yang mudah untuk masalah khas spherical astronomy (bentuk astronomi).

Abu Nasr juga mengembangkan The Spherics of Menelaus yang merupakan bagian penting, sejak karya asli Menelaus Yunani punah. Karyanya di dalam tiga buku: buku pertama mempelajari kandungan/kekayaan bentuk segitiga, buku kedua meneliti kandungan sistem paralel lingkaran dalam sebuah bola/bentuk mereka memotong lingkaran besar, buku ketiga memberikan bukti dalil Menelaus. Pada karya trigonometrinya, Abu Nasr Mansur menemukan hukum sinus sebagai berikut: a/sin A = b/sin B = c/sin C.



Sumber : Republika, Khazanah Islam
Disunting oleh: Diah Arie, 16 June 2009

Senin, Mei 11, 2009

Catatan Hari Ke Delapan (bagian terakhir)

Dini Hari Di Tahun Ke Tiga Puluh Tiga

Bip bip bip… dering ponsel, dengan tergopoh gopoh Nelly menuju meja rias di sudut kamar, nampak nama Om Deli di layar.
“Selamat milad ya Nel….Smoga murah rizqi, sehat, dan panjang umur. Oya, gimana kabar keluarga di sana?”
“Terima kasih Om Deli, iya ….. alhamdulillah sehat,…” jawab Nelly gamang tapi tetap dipaksakan agar terdengar ceria.
“Salam untuk Tante ya Om” lanjutnya mengakhiri pembicaraan sambil mematikan ponsel.

Masih memegang ponselnya, Nelly menghempaskan dirinya di atas ranjang, pagi ini raga dan pikirannya terasa berat walau hatinya dipenuhi kebahagiaan. Situasi yang selalu dirasa Nelly setiap datang hari lahirnya.
Pikirannya berjalan mundur ke peristiwa lima tahun lalu saat ia harus berhadapan dengan kenyataan yang selama ini terbungkus rapi. Belum kering air mata Nelly karena kepergian Bapak ke hadirat Illahi, disusul kepergian Ibu yang berselang beberapa minggu, ia diharuskan berdiri tegak dalam ketegaran ketika Om Deli menceritakan asal usulnya atas permintaan almarhum kedua orang tua Nelly..

Sejak saat itu, konflik batin selalu dialami Nelly, di satu sisi ia sangat bersyukur memiliki orang tua yang penuh kasih seperti almarhum Bapak dan Ibu, dengan tulus ikhlas almarhum dan almarhumah merawat, membesarkan serta mendidik dirinya, seperti anak kandung yang lahir dari rahim Ibu.

Jika dulu bu Murni tidak merelakan dirinya untuk diasuh oleh Bapak dan Ibu, mungkin ia tidak akan bisa menjadi seperti sekarang.
Limpahan cinta serta materi dari almarhum orang tuanya yang selalu memanjakan, lalu ia bisa merasakan nikmatnya bangku pendidikan di sekolah favorit hingga menjadi alumni suatu universitas ternama dengan predikat kelulusan “cum laude”, bisa merasakan nikmatnya menjadi wanita karir, Dan berjuta-juta kenikmatan dari Illahi yang telah Nelly peroleh sepanjang hidupnya.

Di sisi lain, kegetiran selalu menyapa hatinya, pantaskah ia memanggil sosok wanita yang hanya dikenalnya lewat cerita Om Deli, dengan sebutan Ibu. Apakah seorang ibu tega memberikan anak yang telah dilahirkan dari rahimnya melalui perjuangan yang begitu hebat kepada orang lain, dengan dalih kesulitan ekonomi, tidak ingin anaknya menderita, tidak ingin anaknya bernasib sama seperti dirinya. Apakah ini berarti ibu telah membuang darah dagingnya sendiri, apakah ini sama artinya dengan pasrah pada takdir ataukah ketakutan akan jalan hidup? Bukankah nasib dan juga takdir masih dapat dibelokkan atas izinNYA asalkan si manusianya itu berusaha?

Tiga puluh tiga tahun sudah, bu Murni, ibu biologisnya, berpisah dengan dirinya, apakah tidak terbersit keinginan untuk mencari keberadaan anaknya seperti yang ia lakukan selama ini. Mencari dan mencari dimanakah bu Murni berada, walau tak didukung oleh satu pun data mengenai wanita ini. Om Deli hanya tahu nama lengkap dari bu Murni, selebihnya tidak ada yang diingatnya. Ibarat mencari jarum di luasnya samudera.

Apakah bu Murni tidak memiliki kerinduan untuk bertemu seperti yang dimiliki dirinya? Apakah bu Murni masih hidup? Berjuta “apakah” selalu hadir dalam benak Nelly, berjuta rasa mengacak acak kalbunya.
Apapun jawabannya…Nelly tetap bersujud penuh syukur ke hadirat Sang Maha Pemurah atas kehidupan yang telah dilaluinya, terima kasih kepada Sang Pencipta atas hadirnya ibu dan bapak kandungnya yang sampai detik ini belum bisa dikenalnya, keberadaan om Deli, Bapak dan Ibu yang telah merubah jalan hidupnya, tentu dengan kehendak Sang Maha Kuasa.

Dengan sigap, Nelly bangun, meninggalkan ranjang, menuju ke meja tulisnya, jari-jarinya lincah bermain di atas laptop mengetikkan beberapa kata, seperti tahun-tahun yang telah lewat, di setiap hari lahirnya, ditemani dengan setetes demi setetes air mata.


Alhamdulillah ya Allah, atas perkenanMU, aku masih bisa hidup hari ini
Alhamdulillah ya Allah, atas cintaMU, aku masih bisa bersujud syukur dan mohon ampunanMU hari ini
Alhamdulillah ya Allah, atas kuasaMU, aku ada di dunia ini, meski ku tak pernah tahu siapa ayah dan ibu yang melahirkanku
Alhamdulillah ya Allah, atas kehendakMU, aku dapat menikmati cinta penuh keikhlasan dari almarhum Bapak dan Ibuku
Ampuni aku Ya Rabb, atas segala rasa yang berkecamuk dalam kalbu
Ijinkanku Ya Rabb, bertemu dan memeluk ayah ibu yang mengantarku ke dunia, seperti juga keinginanku bertemu dan memeluk kembali almarhum Bapak dan Ibuku

Sabtu, Mei 09, 2009

Catatan Hari Ke Delapan (bagian kedua)

Suatu Senja di Rumah Jl. Mawar

Sepasang suami istri yang telah berumur terlihat duduk cemas di kursi rotan yang berada di teras asri rumah mereka. Seakan ada yang mereka nantikan, dan lima belas menit kemudian…sebuah sedan merah tua berhenti tepat di seberang rumah.
Tampak seorang pria muda turun dari mobil, berjalan memutar ke samping kiri lalu membuka pintu mobilnya dan seorang wanita berpakaian lusuh, menggendong bayi, turun serta langsung mengikuti langkah pria tadi, setelah menutup pelan pintu sedan merah tua itu.

“Assalamu’alaikum mas, mbak, kenalkan ini Bu Murni yang aku ceritakan kemarin”
“Wa’alaikumsalam…..mari masuk Bu, ngobrolnya di dalem aja ya” jawab lelaki yang telah berumur ini sambil menjabat tangan bu Murni,
“Kenalkan saya Seto dan ini Retno istri saya, kalau dokter Deli, adik saya yang nomor dua, yang bontot tinggal di luar kota”
“Begini bu Murni….., kami sudah mendengar semuanya dari dik Deli dan seperti sudah digariskan oleh Yang Di Atas, kami sendiri sudah sepuluh tahun belum dikaruniai momongan, jadi begitu dengar critanya dari adik, ya kami berdua putuskan untuk mengadopsi putri ibu,” urai Retno

Sambil menunduk menatap bayi perempuannya, bu Murni mengangguk pelan, tampak buliran air mata jatuh mengenai pipi merah bayinya yang sedari tadi tertidur pulas di dalam gendongannya.
Perlahan…bu Murni melepaskan kain gendongan dan menyodorkan bayinya ke pangkaun Retno. Tak ada kalimat keluar dari bibirnya, seolah ia sudah kehilangan semua perbendaharaan kata.

Jauh di dalam lubuk hati bu Murni, ia sangat dan begitu mencintai darah dagingnya tapi ia harus tunduk pada nasib. Ia tak mau anak tercintanya menjalani kehidupan yang menderita sama seperti dirinya, ia ingin putrinya mendapatkan kebahagiaan walaupun harus mengorbankan berjuta rasa.

“Titip anak saya Bu…Pak” ucap Bu Murni gemetar.
“InsyaAllah bu….” Sahut Seto dan Retno berbarengan.

bersambung...
Catatan Hari Ke Delapan (bagian pertama)

“Ayo bu…terus…..bagus, ini sudah mulai kelihatan kepalanya, ayo bu…”
“Sedikit lagi ibu…..ya ya….alhamdulillah ya Allah”, seru dokter Deli, sontak suara tangis bayi memecah keheningan dini hari di rumah sakit tua itu.
“Dok, anak saya…?” tanya Ibu Murni lemah diantara peluh yang membasahi sekujur tubuhnya.
“Ini bu putrinya, cantik kan, alhamdulillah normal dan sehat. Sebentar lagi disusuin ya ibu, oya bu Murni silakan di adzani bayinya” jawab dokter Deli ramah sambil meletakkan bayi merah itu di gendongan bu Murni.

Masih dalam kondisi lemas, letih dan sakit yang belum hilang, ibu muda itu menerima bayinya dengan pandangan nanar dibarengi cucuran air mata. Dengan suara tersendat isak tangis, ia mencoba melafalkan adzan serta iqomah di telinga kanan dan kiri putri mungilnya. Tangan halusnya mendekap erat bayinya yang belum diberi nama, seakan ia tak mau kehilangan setiap tarikan nafas manusia kecil yang baru saja dilahirkannya dengan taruhan nyawa laksana seorang mujahid.

Selang beberapa menit kemudian, bu Murni serta bayinya dibawa ke ruang perawatan yang terpisah. Di sal yang dipenuhi delapan ibu termasuk dirinya inilah ia akan memulihkan fisik dan mentalnya.
Dipandangnya langit-langit sal, benaknya dipaksa untuk berpikir keras bagaimana ia akan melunasi semua biaya persalinannya dan ke mana ia akan membawa pulang anak pertamanya.

Hmmmmhhhh…..bu Murni menghela napas panjang nan berat, entah telah berapa ribu kali ia menangisi jalan hidupnya. Suami tercinta telah berpulang ke Rahmatullah sejak dirinya hamil empat bulan. Suami yang dicintainya, yang selama ini menjadi penopang hidupnya, walaupun mereka hidup serba kekurangan di pinggiran kali kota tua ini.

“Assalamua’laikum bu….,” salam dokter Deli membuyarkan lamunannya.
“Wa’alaikumsalam dok, ehhmmm dok boleh saya bicara sebentar,” jawab bu Murni ragu. Hatinya berkecamuk, darimana ia harus memulai semuanya, Ia ingin berterus terang tentang keadaannya tapi apakah dokter kandungan yang baik dan ramah ini akan mengerti, atau jangan-jangan dokter yang baru dikenalnya dua hari lalu, yang tergopoh gopoh saat melihat dirinya tertatih tatih turun dari becak yang mengantarnya ke rumah sakit ini, malah menduga ia hanya mengada ada.

Seakan mengerti keraguan bu Murni, dokter Deli langsung menutup tirai biru muda yang menjadi penyekat antara ranjang pasien yang satu dengan lainnya, lalu duduk di kursi yang terletak di sisi kanan ranjang sambil menatap lekat ibu muda yang masih terlihat sangat letih meskipun telah dua hari menjalani perawatan paska melahirkan.

“Silakan ibu, diceritakan saja semuanya Insya Allah saya bantu semampu saya”
“Dok, sebenarnya saya berat untuk menceritakannya tapi saya gak tau lagi harus…” sambil mengusap air mata yang mulai membasahi pipi pucatnya. Dihelanya napas panjang untuk membuang semua keraguan di hati, lalu meluncurlah semua kisah itu.

bersambung....

Kamis, April 30, 2009

Di Ujung Sunyi

Terlahir ku dalam kesendirian
Jasad dan ruh senyawa dalam kesendirian
Raga melangkah dalam kesendirian
Hati bersenandung dalam kesendirian

Sendiri….ku melawan lelah yang tiada bertepi
Sendiri….ku coba merengkuh asa yang kian terbang tinggi
Sendiri….ku ingin merangkul mimpi yang semakin pudar ditelan teriknya keangkuhan

Ku tak peduli dengan hiruk pikuk di luar sana
Ku tak peduli dengan suara merdu nan mendayu di seberang sana
Ku tak peduli dengan tatapan mata di dunia sana
Seperti mu yang tak peduli dengan kesendirianku

Ku terlanjur jatuh hati dengan kesendirian
Kesendirian…. selalu memelukku erat saat ku membutuhkannya, selalu hadir di setiap waktu ku,
selalu meraihku ketika ku terhempas

Kesendirian…..bagaikan usapan penuh kasih,
Kesendirian…..bagaikan gendongan bunda yang membuaiku,
Kesendirian…..bagaikan napas cinta untuk ku







LASKAR PELANGI


Laskar Pelangi, buku persembahan Andrea Hirata, putra asli Belitong yang berhasil divisualisasikan secara apik oleh Riri Reza dan Mira Lesmana terbukti memikat perhatian publik. Dibuktikan dengan antrian panjang semua kalangan sejak peluncurannya pada 25 September lalu, baik tua, muda, remaja, dewasa, anak-anak sampai balita – yang belum bisa mencerna jalan ceritanya – pun ikut antri dalam gendongan orang tuanya.

Buku besutan mantan pegawai Telkom ini, menceritakan tentang masa kecil si penulis bersama-sama dengan sembilan teman lainnya, beserta Bu Muslimah, seorang guru SD Islam Muhammadiyah Gantong yang mempunyai kegigihan untuk bisa melihat anak-anak Belitong mendapat pendidikan, walaupun dengan prasarana yang sangat amat minim. Kita juga bisa melihat semangat Lintang – anak nelayan pesisir - untuk bisa bersekolah meski harus menempuh jarak yang sangat jauh, serta semangat Ikal -nama panggilan Andrea Hirata- dan teman-temannya.

Selain menampilkan semangat serta kerja keras yang diwarnai dengan keceriaan, kita dapat menyimak bagaimana kegigihan seorang Bu Mus harus diuji dengan kesedihan dan keragu-raguan saat kepulangan Pak Cik – selaku Kepala Sekolah yang bijak – ke hadirat Illahi, kesedihan Ikal dan sembilan temannya saat Lintang – murid pertama Bu Mus - yang dengan terpaksa tidak bisa melanjutkan sekolah serta bagaimana murungnya Ikal sejak kepergian Aling – bocah perempuan keturunan Cina yang ditaksirnya – ke Jakarta.

Dengan kondisi sekolah yang hampir rubuh, bersekolah tanpa seragam dan sepatu, tanpa buku pelajaran yang berharga mahal, ke sepuluh anak Belitong itu mampu meraih “pelangi”, seorang Ibu Guru dengan gaji sangat kecil tanpa mendapat tunjangan sepeser pun, harus mengajar semua mata pelajaran dan tetap bisa mengajar dengan penuh kesabaran, ketulusan, loyalitas serta dedikasi tinggi demi merubah nasib putra-putri asli Belitong agar tidak sekedar menjadi buruh PN Timah atau nelayan.

Suatu realita hidup yang berisi dengan semangat, kegigihan, kesedihan, rasa bahagia, gembira, air mata, kemenangan, loyalitas, kerja keras, kekecewaan, dan keragu-raguan. Apa yang disampaikan oleh film ini, adalah suatu hal sederhana yang tentunya semua manusia pernah merasakan meskipun dalam konteks yang berbeda. Tetapi kesederhanaan ceritanya, sarat dengan pelajaran yang sangat berharga, tidak hanya untuk kita sebagai orang dewasa, tapi juga untuk anak-anak kita.

Di era yang semuanya serba mahal, yang kebanyakan orang menilai segala sesuatunya dengan standard ukur materi serta nilai-nilai akademis, yang dengan begitu gampangnya mendapatkan sesuatu hanya untuk memuaskan ambisi pribadi, perkataan Pak Cik kiranya bisa memotivasi kita “Hiduplah untuk banyak-banyak memberi, bukan untuk banyak-banyak menerima.

Semoga di jaman sulit seperti sekarang, sosok guru sekaligus orang tua seperti Bu Mus, Pak Cik, masih bisa kita dapatkan pada diri para pendidik di negeri ini, tidak hanya di pelosok pedalaman tapi juga para guru di kota-kota besar, termasuk juga dalam diri kita selaku orang tua. Dan sekiranya masih boleh berharap, para petinggi Negara jangan hanya disibukkan oleh urusan mengeruk dan menghabiskan uang rakyat untuk kepentingan personal, tapi bisa berlomba-lomba menggunakan uang rakyat untuk pendidikan anak-anak kita, khususnya di daerah. Karena ternyata kondisi sekolah seperti yang ada dalam film ini, masih bisa kita temui di sekolah-sekolah lainnya di penjuru Tanah Air.


Dan, semoga saja masih ada sekolah yang menekankan materi pelajarannya pada keberhasilan pendidikan akhlakul karimah di diri para siswanya, tidak sekedar pada penilaian akademis, seperti ungkapan Pak Cik “Kepintaran dan Kecerdasan tidak dilihat dari nilai, tapi dari hati.”

Sebuah tontonan yang mampu membuka mata siapa saja yang rela antri menontonnya bahkan berulang kali membaca bukunya dan sangat memotivasi setiap penikmatnya, bahwa jangan takut untuk bermimpi dan berubah menjadi lebih baik, karena perubahan hanya bisa dimulai dari diri sendiri, tentunya dengan semangat serta kegigihan.

Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia telah hilang
tanpa lelah sampai engkau meraihnya
laskar pelangi
takkan terikat waktu
bebaskan mimpimu di angkasa raih bintang di jiwa
menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersukurlah pada yang kuasa
cinta kita di dunia
selamanya….
cinta kepada hidup memberikan senyuman abadi
walau ini kadang tak adil tapi cinta lengkapi kita
laskar pelangi
takkan terikat waktu
jangan berhenti mewarnai jutaan mimpi di bumi
menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersukurlah pada yang kuasa
cinta kita di dunia
selamanya

Senin, April 27, 2009

MEWASPADAI LISAN


“ Berilah dua bagian untuk telingamu dan satu bagian untuk mulutmu. Karena sesungguhnya diciptakan bagimu dua telinga dan satu mulut agar kamu lebih banyak mendengar daripada bicara “


LISAN, salah satu nikmat Allah SWT yang paling agung, paling aneh dan ajaib. Kecil bentuknya jika dibandingkan dengan anggota tubuh yang lain, tapi memiliki peran yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Ketaatan, dosa, celaka dan bahagia tak lepas dari bagaimana seseorang memanajemen lidahnya. Bila lisan tak terkendali, dibiarkan bicara semaunya maka kesengsaraan dunia akhirat akan menghampirinya.
Sebab, manusia menanam kebaikan dan keburukan melalui lisan serta perbuatan dan yang paling banyak menjerumuskan seseorang ke dalam neraka yaitu melalui perkataan. Seperti disabdakan Nabi Muhammad SAW “Bisa jadi seorang hamba mengucapkan perkataan yang tidak ia renungkan sebelumnya, maka akan menjerumuskannya ke dalam neraka lebih jauh dari jarak antara timur dan barat.”

Karena itu bagi orang yang ingin berbicara, sebaiknya merenungi dulu apa yang akan diucapkan, jika ada kebaikan hendaknya diucapkan , tapi jika hanya mengandung keburukan, lebih baik diam. Inilah realisasi sabda Rasulullah SAW “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata yang baik atau diam” dan dari firman Allah SWT dalam QS Qaaf (50):18 “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
Sebaiknya kita mampu menjaga lisan, sebab orang yang tidak dapat menjaga lisan berarti tidak bisa memahami dirinya. Di samping itu seorang muslim harus mengetahui apa saja penyakit lisan yang dapat menjadi ladang dosa bagi lidah kita.
Berikut medan dosa bagi lisan, antara lain :
1, GHIBAH, bila didefinisikan maka seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW “Engkau membicarakan saudaramu tentang sesuatu yang dibencinya, jika yang engkau bicarakan itu memang ada pada saudaramu, maka engkau telah mengghibahnya. Jika tidak ada padanya, berarti engkau telah berdusta.” Di dalam QS Al-Hujuraat (49) : 12 Allah menggambarkan orang yang gemar mengghibah seperti orang yang memakan bangkai saudaranya “…Dan janganlah sebagian kamu mengghibah yang lain. Sukakah seseorang dari kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Ghibah termasuk dosa besar dan pelakunya harus tahu bahwa ia akan dihadapkan pada murka Allah dan orang yang mendengarkan ghibah sama dengan pelakunya. Ia tdak bisa lepas dari dosa, kecuali ia mengingkari dengan lisannya, dengan hatinya dan jika ia mampu, mencegah atau mengalihkan pada topik yang lain.
Yang perlu diingat adalah, semua kebaikan si pelaku dan pendengar ghibah akan beralih pada orang yang dighibah dan jika ia tidak memiliki amal baik, kejelekan orang yang Ia ghibahi pun akan beralih kepada si pelaku dan pendengar. Lebih mengerikan lagi apabila kita mengetahui balasan yang diterima oleh pelakunya. Seperti dikisahkan Nabi Muhammad SAW dalam malam Mi’rajnya, Beliau melihat suatu kaum yang berkuku tembaga mencakar wajah dan dada mereka sendiri. Rasul pun bertanya tentang keberadaan mereka, maka dijawab bahwa mereka lah orang-orang yang gemar mengghibah.

2, NAMIMAH (ADU DOMBA), diartikan dengan
mengalihkan atau memindahkan pembicaraan di antara manusia dengan tujuan merusak serta memicu permusuhan dan kebencian. Singkat kata “adu domba”.
Di sekitar kita, orang yang punya profesi sebagai tukang namimah sangat banyak bergentayangan, dan lebih sering dikenal sebagai provokator kejelekan. Namimah bukan hal kecil, bahkan para ulama mengkategorikannya di dalam dosa besar karena mendorong timbulnya fitnah dan kedengkian, memutus hubungan serta memecah belah persatuan.
Kita perlu mengingat sabda Rasulullah SAW “Tidak akan masuk surga, orang yang suka mengadu domba” dan firman Allah dalam
QS Al-Qalam (68) : 10-11 “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.”

3. PUJIAN, mempunyai banyak bahaya diantaranya yang berkaitan dengan orang yang memuji dan yang dipuji. Untuk yang memuji, bahayanya adalah cenderung melebih-lebihkan yang berakhir pada suatu kebohongan. Sedangkan bagi yang dipuji, bisa menyebabkan sombong serta ujub (kagum) pada diri sendiri.
Nabi Muhammad SAW bersabda saat mendengar ada orang yang memuji orang lain
“Celakalah engkau, engkau telah memenggal leher saudaramu itu.”

4. DUSTA ATAU BOHONG, adalah mengingkari kenyataan atau realita. Dusta atau bohong bukanlah akhlaq orang beriman, ia melekat pada kepribadian orang munafik. Seperti sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh HR Bukhari dan Muslim “Tiga ciri orang munafik, apabila berkata ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari dan apabila dipercaya ia berkhianat.”
Dusta atau bohong mengantarkan pelakunya pada keburukan dan siksa api neraka yang akan menantinya.

Setelah mengetahui ragam penyakit lisan, tentunya kita bersegera meninggalkannya sesuai sabda Rasulullah SAW “Di antara tanda kebaikan ke Islaman seseorang ialah, ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.”
Karena siapapun akan terhalang dari kejujuran, jika ia terbiasa berbicara tentang sesuatu yang tak berguna.


“ Janganlah kau melihat pada kecilnya dosa, tetapi lihatlah betapa agung Dzat yang kau durhakai”





Kamis, April 23, 2009

Dunia Tak Lagi Aman Untukmu …..Nak

“Rriiing…ringgg…rrriiiiingggg” suara handphone di pagi menjelang siang, memecah keheninganku yang sedari tadi asyik ber-face book ria. Suara perempuan di seberang sana terdengar berat dan sedikit menahan isak tangis, “Di….anakku korban pedofilia”. Itulah kalimat pertama yang keluar dari bibir sahabatku.

“Apaaaa……” teriakku seolah tak percaya dengan apa yang diucapkannya. Sontak kutinggalkan komputer tercinta dan melangkah menuju sofa dengan langkah gemetar. Lalu mengalirlah cerita dari si ibu yang dari awal hingga akhir pembicaraan, tidak sanggup menahan tangisnya.

Putra kedua, berusia sebelas tahun, duduk di kelas lima sekolah dasar ternyata telah mengalami kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru laki-laki. Hal ini telah berlangsung selama dua tahun, semenjak si anak berada di kelas tiga. Selain anak sahabatku, ternyata ada banyak anak lain yang menjadi korban pedofilia, dari siswa kelas dua sampai kelas lima.

Siswa laki-laki itu menerima perlakuan yang tak pantas dari seorang guru, yang seharusnya menjadi “orang tua” mereka saat berada di sekolah. Tingkat pelecehan seksual yang dialami para murid pria pun beragam, ada yang “sekedar” disentuh alat vitalnya sampai yang terberat (maaf, saya tidak bisa mencantumkannya karena terlalu vulgar dari sudut tata bahasa). Tempat kejadiannya pun di area sekolah bahkan pernah di mushollah (rumah Allah yang seharusnya dijaga kesuciannya), saat jam istirahat atau di saat pulang sekolah, dimana si anak sedang menunggu jemputan.

“Lalu kenapa baru terungkap sekarang ? Trus bisa ketahuannya gimana, pasti ada yang berubah kan dari sikap atau sifat anakmu ?” tanyaku tak habis pikir…..
“Selama ini mereka diancam oleh pak guru itu, sampai beberapa minggu yang lalu, aku memergoki si kakak sedang onani. Mana ada sih anak sebelas tahun paham masalah beginian, “ curhat sahabatku geram. Dan, proses investigasi pun dimulai, dengan penuh kasih sayang serta kelembutan seorang ayah dan ibu, akhirnya semua perilaku menyimpang dari bapak guru yang telah berkeluarga tersebut terungkap.

Astaghfirullah……Tak henti-hentinya istighfar saya lisankan setiap kali teringat cerita sang sahabat. Apa yang terlintas di benak kita setelah membaca tulisan di atas ataupun setelah mendengar cerita tentang pedofilia yang korbannya pasti anak-anak ? Turut bersimpati, stress, shock, geram, marah, khawatir bahkan takut jika permata hati kita menjadi korban pelecehan seksual (na’udzu billah mindzalik) atau mungkin acuh tak acuh, bukan anak kita ini kok.

Apapun yang kita pikirkan dan rasakan, jika kejahatan dalam hal ini kejahatan seksual terjadi di lingkungan sekitar kita, menimpa orang-orang terdekat walaupun tidak memiliki hubungan darah dengan kita, pastinya membuat kita prihatin.
Bagaimana tidak membuat miris, jika pelaku adalah seorang guru yang sudah seharusnya “digugu” dan “ditiru” di dalam setiap tindak tanduknya. Guru adalah “orang tua kedua” bagi anak-anak, di saat kita mengantar dan menitipkan si buah hati disertai iringan doa agar mendapatkan ilmu yang Insyaallah mengantarkan mereka menjadi “khalifah” dan penghuni surga, yang terjadi justru sebaliknya. Mereka malah memperoleh perlakuan tidak senonoh dari seseorang yang selama ini disegani, diteladani dan yang selama ini mendapat jabat tangan penuh cium hormat dari para “manusia mungil”.

Orang tua mana yang tidak remuk redam perasaannya, melihat masa depan anak-anaknya telah dirusak oleh seorang pendidik yang pikirannya terasuki oleh setan. Apa yang telah diperbuat oleh bapak guru itu pasti memberikan trauma yang berkepanjangan dan membekas, sulit terbuang dari tiap diri anak-anak yang menjadi korbannya.

Apakah kita masih menutup mata dan telinga dengan adanya peristiwa ini dan peristiwa-peristiwa lain yang serupa ? Ataukah kita malah menyalahkan orang tua korban yang tidak bisa menjaga anak-anaknya ? Apapun itu, setiap tindak kejahatan yang menjadikan buah hati sebagai korban, sebisa mungkin membuka mata hati kita, bahwa sebagai orang tua dituntut untuk selalu berupaya meng-upgrade diri dengan berbagai ilmu, baik dari ilmu psikologi, tumbuh kembang anak sampai yang paling penting tentunya adalah ilmu agama.

Kita diwajibkan lebih peka terhadap perilaku anak dan perubahan-perubahan emosionalnya, termasuk juga dalam menyikapi sejumlah pertanyaan kritis dari sang bocah. Jika ada sebagian orang tua yang masih menganggap tabu tentang pendidikan seks sejak dini, atau bahkan ada orang tua yang marah saat anaknya bertanya suatu hal yang berkaitan dengan seks, seyogyanya mulai saat ini para orang tua mau belajar berpikir luas agar tidak memiliki definisi yang sempit tentang seks.

Penting untuk membekali anak-anak kita dengan pengetahuan seks, karena seks tidak sekedar memiliki artian suatu hubungan intim, tapi lebih luas dari itu. Tentunya sex education yang disampaikan kepada anak-anak menggunakan “bahasa” yang mudah dicerna oleh jalan pikiran mereka dan harus dikaitkan serta dikunci dengan ajaran-ajaran agama yang telah ditetapkan dalam kitab suci kita, Al Quran. Selain itu, komunikasi dua arah yang sarat dengan keterbukaan antara anak dan orang tua mutlak ditanamkan dalam keseharian.

Bagi para korban dan orang tuanya, juga tak perlu malu atau takut untuk berbagi “beban” dengan orang lain karena ini suatu pembelajaran berharga agar kita lebih waspada ternyata orang-orang terdekat dan yang selama ini dipercaya malah tega mendzalimi anak-anak yang tidak berdosa, dengan dalih karena mencintai dunia anak-anak dan ingin lebih dekat dengan mereka.

Upaya hukum juga wajib ditempuh agar pelaku kejahatan seksual menjadi jera dengan ancaman hukuman yang berat, jika selama ini para korban cenderung enggan melapor karena malu, akan menguntungkan pelaku dan kasus pedofilia akan kembali terulang.
Tak bisa dipungkiri, kemajuan jaman membuat para penghuni bumi terkikis moral dan akhlaknya bagi mereka yang gampang tergoyahkan iman serta ketakwaannya, membuat manusia tak lagi merasa khauf (takut), bahwa suatu hari nanti akan dimintakan pertanggung jawaban dari setiap perilakunya di hadapan Dzat Yang Maha Kuasa.

Tuanya dunia membuat tak ada lagi tempat yang aman bagi anak-anak kita, mahluk kecil yang masih putih bak sehelai kertas. Akankah seorang dewasa dengan “jabatan mulia” tega menorehkan tinta hitam di atas kertas bersih putih itu bahkan mencabik-cabik merobeknya ? Hanya orang dewasa yang tak sadar akan keberadaan Allah Al ‘Aliim, yang senantiasa mengetahui segalanya.

Semoga di luar sana masih ada para “pahlawan tanpa tanda jasa” yang sebenar-benarnya dan pantas disebut “pahlawan”, dengan akhlakul karimah yang siap mendampingi, membimbing serta mengantar “khalifah mungil” kita menjadi manusia-manusia yang sholeh, sholihah dunia akhirat dengan ilmu yang dapat diamalkan di jalan Allah SWT. Amiin….
Lantas, jika semua cara telah kita lakukan dari pembekalan agama, pendidikan seks, keterbukaan komunikasi, cara apalagi yang bisa menghindarkan anak-anak tersayang kita dari kejahatan ? Pastinya memohonkan perlindungan kepada Allah As Salaam, Allah Al Mukmin Al Muhaimin untuk si permata hati.

“Ya Allah Ya Tuhanku….Aku mohon perlindungan untuk anakku dan anak-anak keturunannya di dalam pemeliharaanMu dari gangguan syetan yang terkutuk.”

Untuk sahabatku terkasih, tetaplah bersabar dan tumpahkan semua air mata duka dan amarahmu dalam bentangan sajadah saat bermunajat kepadaNya. Bagi si pelaku, ingatlah bahwa azab Allah datang bukan tanpa sebab, peristiwa yang selalu berulang, saat dimana aturan Allah SWT tidak dihiraukan lagi, saat dimana seruan para Rasul Allah tidak ditaati lagi maka saat itu azab Allah akan segera datang.

Bagi seorang anak, tidak ada seorang pahlawan yang lebih agung daripada seorang dewasa yang berlutut membantunya dan berbisik “ketahuilah bahwa aku mencintaimu”. Anak tanpa pahlawan, sedikit sekali yang akan tumbuh menjadi pribadi dewasa yang bangga dan membanggakan (Mario Teguh).