Kamis, April 30, 2009

Di Ujung Sunyi

Terlahir ku dalam kesendirian
Jasad dan ruh senyawa dalam kesendirian
Raga melangkah dalam kesendirian
Hati bersenandung dalam kesendirian

Sendiri….ku melawan lelah yang tiada bertepi
Sendiri….ku coba merengkuh asa yang kian terbang tinggi
Sendiri….ku ingin merangkul mimpi yang semakin pudar ditelan teriknya keangkuhan

Ku tak peduli dengan hiruk pikuk di luar sana
Ku tak peduli dengan suara merdu nan mendayu di seberang sana
Ku tak peduli dengan tatapan mata di dunia sana
Seperti mu yang tak peduli dengan kesendirianku

Ku terlanjur jatuh hati dengan kesendirian
Kesendirian…. selalu memelukku erat saat ku membutuhkannya, selalu hadir di setiap waktu ku,
selalu meraihku ketika ku terhempas

Kesendirian…..bagaikan usapan penuh kasih,
Kesendirian…..bagaikan gendongan bunda yang membuaiku,
Kesendirian…..bagaikan napas cinta untuk ku







LASKAR PELANGI


Laskar Pelangi, buku persembahan Andrea Hirata, putra asli Belitong yang berhasil divisualisasikan secara apik oleh Riri Reza dan Mira Lesmana terbukti memikat perhatian publik. Dibuktikan dengan antrian panjang semua kalangan sejak peluncurannya pada 25 September lalu, baik tua, muda, remaja, dewasa, anak-anak sampai balita – yang belum bisa mencerna jalan ceritanya – pun ikut antri dalam gendongan orang tuanya.

Buku besutan mantan pegawai Telkom ini, menceritakan tentang masa kecil si penulis bersama-sama dengan sembilan teman lainnya, beserta Bu Muslimah, seorang guru SD Islam Muhammadiyah Gantong yang mempunyai kegigihan untuk bisa melihat anak-anak Belitong mendapat pendidikan, walaupun dengan prasarana yang sangat amat minim. Kita juga bisa melihat semangat Lintang – anak nelayan pesisir - untuk bisa bersekolah meski harus menempuh jarak yang sangat jauh, serta semangat Ikal -nama panggilan Andrea Hirata- dan teman-temannya.

Selain menampilkan semangat serta kerja keras yang diwarnai dengan keceriaan, kita dapat menyimak bagaimana kegigihan seorang Bu Mus harus diuji dengan kesedihan dan keragu-raguan saat kepulangan Pak Cik – selaku Kepala Sekolah yang bijak – ke hadirat Illahi, kesedihan Ikal dan sembilan temannya saat Lintang – murid pertama Bu Mus - yang dengan terpaksa tidak bisa melanjutkan sekolah serta bagaimana murungnya Ikal sejak kepergian Aling – bocah perempuan keturunan Cina yang ditaksirnya – ke Jakarta.

Dengan kondisi sekolah yang hampir rubuh, bersekolah tanpa seragam dan sepatu, tanpa buku pelajaran yang berharga mahal, ke sepuluh anak Belitong itu mampu meraih “pelangi”, seorang Ibu Guru dengan gaji sangat kecil tanpa mendapat tunjangan sepeser pun, harus mengajar semua mata pelajaran dan tetap bisa mengajar dengan penuh kesabaran, ketulusan, loyalitas serta dedikasi tinggi demi merubah nasib putra-putri asli Belitong agar tidak sekedar menjadi buruh PN Timah atau nelayan.

Suatu realita hidup yang berisi dengan semangat, kegigihan, kesedihan, rasa bahagia, gembira, air mata, kemenangan, loyalitas, kerja keras, kekecewaan, dan keragu-raguan. Apa yang disampaikan oleh film ini, adalah suatu hal sederhana yang tentunya semua manusia pernah merasakan meskipun dalam konteks yang berbeda. Tetapi kesederhanaan ceritanya, sarat dengan pelajaran yang sangat berharga, tidak hanya untuk kita sebagai orang dewasa, tapi juga untuk anak-anak kita.

Di era yang semuanya serba mahal, yang kebanyakan orang menilai segala sesuatunya dengan standard ukur materi serta nilai-nilai akademis, yang dengan begitu gampangnya mendapatkan sesuatu hanya untuk memuaskan ambisi pribadi, perkataan Pak Cik kiranya bisa memotivasi kita “Hiduplah untuk banyak-banyak memberi, bukan untuk banyak-banyak menerima.

Semoga di jaman sulit seperti sekarang, sosok guru sekaligus orang tua seperti Bu Mus, Pak Cik, masih bisa kita dapatkan pada diri para pendidik di negeri ini, tidak hanya di pelosok pedalaman tapi juga para guru di kota-kota besar, termasuk juga dalam diri kita selaku orang tua. Dan sekiranya masih boleh berharap, para petinggi Negara jangan hanya disibukkan oleh urusan mengeruk dan menghabiskan uang rakyat untuk kepentingan personal, tapi bisa berlomba-lomba menggunakan uang rakyat untuk pendidikan anak-anak kita, khususnya di daerah. Karena ternyata kondisi sekolah seperti yang ada dalam film ini, masih bisa kita temui di sekolah-sekolah lainnya di penjuru Tanah Air.


Dan, semoga saja masih ada sekolah yang menekankan materi pelajarannya pada keberhasilan pendidikan akhlakul karimah di diri para siswanya, tidak sekedar pada penilaian akademis, seperti ungkapan Pak Cik “Kepintaran dan Kecerdasan tidak dilihat dari nilai, tapi dari hati.”

Sebuah tontonan yang mampu membuka mata siapa saja yang rela antri menontonnya bahkan berulang kali membaca bukunya dan sangat memotivasi setiap penikmatnya, bahwa jangan takut untuk bermimpi dan berubah menjadi lebih baik, karena perubahan hanya bisa dimulai dari diri sendiri, tentunya dengan semangat serta kegigihan.

Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia telah hilang
tanpa lelah sampai engkau meraihnya
laskar pelangi
takkan terikat waktu
bebaskan mimpimu di angkasa raih bintang di jiwa
menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersukurlah pada yang kuasa
cinta kita di dunia
selamanya….
cinta kepada hidup memberikan senyuman abadi
walau ini kadang tak adil tapi cinta lengkapi kita
laskar pelangi
takkan terikat waktu
jangan berhenti mewarnai jutaan mimpi di bumi
menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersukurlah pada yang kuasa
cinta kita di dunia
selamanya

Senin, April 27, 2009

MEWASPADAI LISAN


“ Berilah dua bagian untuk telingamu dan satu bagian untuk mulutmu. Karena sesungguhnya diciptakan bagimu dua telinga dan satu mulut agar kamu lebih banyak mendengar daripada bicara “


LISAN, salah satu nikmat Allah SWT yang paling agung, paling aneh dan ajaib. Kecil bentuknya jika dibandingkan dengan anggota tubuh yang lain, tapi memiliki peran yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Ketaatan, dosa, celaka dan bahagia tak lepas dari bagaimana seseorang memanajemen lidahnya. Bila lisan tak terkendali, dibiarkan bicara semaunya maka kesengsaraan dunia akhirat akan menghampirinya.
Sebab, manusia menanam kebaikan dan keburukan melalui lisan serta perbuatan dan yang paling banyak menjerumuskan seseorang ke dalam neraka yaitu melalui perkataan. Seperti disabdakan Nabi Muhammad SAW “Bisa jadi seorang hamba mengucapkan perkataan yang tidak ia renungkan sebelumnya, maka akan menjerumuskannya ke dalam neraka lebih jauh dari jarak antara timur dan barat.”

Karena itu bagi orang yang ingin berbicara, sebaiknya merenungi dulu apa yang akan diucapkan, jika ada kebaikan hendaknya diucapkan , tapi jika hanya mengandung keburukan, lebih baik diam. Inilah realisasi sabda Rasulullah SAW “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata yang baik atau diam” dan dari firman Allah SWT dalam QS Qaaf (50):18 “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
Sebaiknya kita mampu menjaga lisan, sebab orang yang tidak dapat menjaga lisan berarti tidak bisa memahami dirinya. Di samping itu seorang muslim harus mengetahui apa saja penyakit lisan yang dapat menjadi ladang dosa bagi lidah kita.
Berikut medan dosa bagi lisan, antara lain :
1, GHIBAH, bila didefinisikan maka seperti yang disabdakan Nabi Muhammad SAW “Engkau membicarakan saudaramu tentang sesuatu yang dibencinya, jika yang engkau bicarakan itu memang ada pada saudaramu, maka engkau telah mengghibahnya. Jika tidak ada padanya, berarti engkau telah berdusta.” Di dalam QS Al-Hujuraat (49) : 12 Allah menggambarkan orang yang gemar mengghibah seperti orang yang memakan bangkai saudaranya “…Dan janganlah sebagian kamu mengghibah yang lain. Sukakah seseorang dari kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”

Ghibah termasuk dosa besar dan pelakunya harus tahu bahwa ia akan dihadapkan pada murka Allah dan orang yang mendengarkan ghibah sama dengan pelakunya. Ia tdak bisa lepas dari dosa, kecuali ia mengingkari dengan lisannya, dengan hatinya dan jika ia mampu, mencegah atau mengalihkan pada topik yang lain.
Yang perlu diingat adalah, semua kebaikan si pelaku dan pendengar ghibah akan beralih pada orang yang dighibah dan jika ia tidak memiliki amal baik, kejelekan orang yang Ia ghibahi pun akan beralih kepada si pelaku dan pendengar. Lebih mengerikan lagi apabila kita mengetahui balasan yang diterima oleh pelakunya. Seperti dikisahkan Nabi Muhammad SAW dalam malam Mi’rajnya, Beliau melihat suatu kaum yang berkuku tembaga mencakar wajah dan dada mereka sendiri. Rasul pun bertanya tentang keberadaan mereka, maka dijawab bahwa mereka lah orang-orang yang gemar mengghibah.

2, NAMIMAH (ADU DOMBA), diartikan dengan
mengalihkan atau memindahkan pembicaraan di antara manusia dengan tujuan merusak serta memicu permusuhan dan kebencian. Singkat kata “adu domba”.
Di sekitar kita, orang yang punya profesi sebagai tukang namimah sangat banyak bergentayangan, dan lebih sering dikenal sebagai provokator kejelekan. Namimah bukan hal kecil, bahkan para ulama mengkategorikannya di dalam dosa besar karena mendorong timbulnya fitnah dan kedengkian, memutus hubungan serta memecah belah persatuan.
Kita perlu mengingat sabda Rasulullah SAW “Tidak akan masuk surga, orang yang suka mengadu domba” dan firman Allah dalam
QS Al-Qalam (68) : 10-11 “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah.”

3. PUJIAN, mempunyai banyak bahaya diantaranya yang berkaitan dengan orang yang memuji dan yang dipuji. Untuk yang memuji, bahayanya adalah cenderung melebih-lebihkan yang berakhir pada suatu kebohongan. Sedangkan bagi yang dipuji, bisa menyebabkan sombong serta ujub (kagum) pada diri sendiri.
Nabi Muhammad SAW bersabda saat mendengar ada orang yang memuji orang lain
“Celakalah engkau, engkau telah memenggal leher saudaramu itu.”

4. DUSTA ATAU BOHONG, adalah mengingkari kenyataan atau realita. Dusta atau bohong bukanlah akhlaq orang beriman, ia melekat pada kepribadian orang munafik. Seperti sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh HR Bukhari dan Muslim “Tiga ciri orang munafik, apabila berkata ia berdusta, apabila berjanji ia mengingkari dan apabila dipercaya ia berkhianat.”
Dusta atau bohong mengantarkan pelakunya pada keburukan dan siksa api neraka yang akan menantinya.

Setelah mengetahui ragam penyakit lisan, tentunya kita bersegera meninggalkannya sesuai sabda Rasulullah SAW “Di antara tanda kebaikan ke Islaman seseorang ialah, ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.”
Karena siapapun akan terhalang dari kejujuran, jika ia terbiasa berbicara tentang sesuatu yang tak berguna.


“ Janganlah kau melihat pada kecilnya dosa, tetapi lihatlah betapa agung Dzat yang kau durhakai”





Kamis, April 23, 2009

Dunia Tak Lagi Aman Untukmu …..Nak

“Rriiing…ringgg…rrriiiiingggg” suara handphone di pagi menjelang siang, memecah keheninganku yang sedari tadi asyik ber-face book ria. Suara perempuan di seberang sana terdengar berat dan sedikit menahan isak tangis, “Di….anakku korban pedofilia”. Itulah kalimat pertama yang keluar dari bibir sahabatku.

“Apaaaa……” teriakku seolah tak percaya dengan apa yang diucapkannya. Sontak kutinggalkan komputer tercinta dan melangkah menuju sofa dengan langkah gemetar. Lalu mengalirlah cerita dari si ibu yang dari awal hingga akhir pembicaraan, tidak sanggup menahan tangisnya.

Putra kedua, berusia sebelas tahun, duduk di kelas lima sekolah dasar ternyata telah mengalami kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang guru laki-laki. Hal ini telah berlangsung selama dua tahun, semenjak si anak berada di kelas tiga. Selain anak sahabatku, ternyata ada banyak anak lain yang menjadi korban pedofilia, dari siswa kelas dua sampai kelas lima.

Siswa laki-laki itu menerima perlakuan yang tak pantas dari seorang guru, yang seharusnya menjadi “orang tua” mereka saat berada di sekolah. Tingkat pelecehan seksual yang dialami para murid pria pun beragam, ada yang “sekedar” disentuh alat vitalnya sampai yang terberat (maaf, saya tidak bisa mencantumkannya karena terlalu vulgar dari sudut tata bahasa). Tempat kejadiannya pun di area sekolah bahkan pernah di mushollah (rumah Allah yang seharusnya dijaga kesuciannya), saat jam istirahat atau di saat pulang sekolah, dimana si anak sedang menunggu jemputan.

“Lalu kenapa baru terungkap sekarang ? Trus bisa ketahuannya gimana, pasti ada yang berubah kan dari sikap atau sifat anakmu ?” tanyaku tak habis pikir…..
“Selama ini mereka diancam oleh pak guru itu, sampai beberapa minggu yang lalu, aku memergoki si kakak sedang onani. Mana ada sih anak sebelas tahun paham masalah beginian, “ curhat sahabatku geram. Dan, proses investigasi pun dimulai, dengan penuh kasih sayang serta kelembutan seorang ayah dan ibu, akhirnya semua perilaku menyimpang dari bapak guru yang telah berkeluarga tersebut terungkap.

Astaghfirullah……Tak henti-hentinya istighfar saya lisankan setiap kali teringat cerita sang sahabat. Apa yang terlintas di benak kita setelah membaca tulisan di atas ataupun setelah mendengar cerita tentang pedofilia yang korbannya pasti anak-anak ? Turut bersimpati, stress, shock, geram, marah, khawatir bahkan takut jika permata hati kita menjadi korban pelecehan seksual (na’udzu billah mindzalik) atau mungkin acuh tak acuh, bukan anak kita ini kok.

Apapun yang kita pikirkan dan rasakan, jika kejahatan dalam hal ini kejahatan seksual terjadi di lingkungan sekitar kita, menimpa orang-orang terdekat walaupun tidak memiliki hubungan darah dengan kita, pastinya membuat kita prihatin.
Bagaimana tidak membuat miris, jika pelaku adalah seorang guru yang sudah seharusnya “digugu” dan “ditiru” di dalam setiap tindak tanduknya. Guru adalah “orang tua kedua” bagi anak-anak, di saat kita mengantar dan menitipkan si buah hati disertai iringan doa agar mendapatkan ilmu yang Insyaallah mengantarkan mereka menjadi “khalifah” dan penghuni surga, yang terjadi justru sebaliknya. Mereka malah memperoleh perlakuan tidak senonoh dari seseorang yang selama ini disegani, diteladani dan yang selama ini mendapat jabat tangan penuh cium hormat dari para “manusia mungil”.

Orang tua mana yang tidak remuk redam perasaannya, melihat masa depan anak-anaknya telah dirusak oleh seorang pendidik yang pikirannya terasuki oleh setan. Apa yang telah diperbuat oleh bapak guru itu pasti memberikan trauma yang berkepanjangan dan membekas, sulit terbuang dari tiap diri anak-anak yang menjadi korbannya.

Apakah kita masih menutup mata dan telinga dengan adanya peristiwa ini dan peristiwa-peristiwa lain yang serupa ? Ataukah kita malah menyalahkan orang tua korban yang tidak bisa menjaga anak-anaknya ? Apapun itu, setiap tindak kejahatan yang menjadikan buah hati sebagai korban, sebisa mungkin membuka mata hati kita, bahwa sebagai orang tua dituntut untuk selalu berupaya meng-upgrade diri dengan berbagai ilmu, baik dari ilmu psikologi, tumbuh kembang anak sampai yang paling penting tentunya adalah ilmu agama.

Kita diwajibkan lebih peka terhadap perilaku anak dan perubahan-perubahan emosionalnya, termasuk juga dalam menyikapi sejumlah pertanyaan kritis dari sang bocah. Jika ada sebagian orang tua yang masih menganggap tabu tentang pendidikan seks sejak dini, atau bahkan ada orang tua yang marah saat anaknya bertanya suatu hal yang berkaitan dengan seks, seyogyanya mulai saat ini para orang tua mau belajar berpikir luas agar tidak memiliki definisi yang sempit tentang seks.

Penting untuk membekali anak-anak kita dengan pengetahuan seks, karena seks tidak sekedar memiliki artian suatu hubungan intim, tapi lebih luas dari itu. Tentunya sex education yang disampaikan kepada anak-anak menggunakan “bahasa” yang mudah dicerna oleh jalan pikiran mereka dan harus dikaitkan serta dikunci dengan ajaran-ajaran agama yang telah ditetapkan dalam kitab suci kita, Al Quran. Selain itu, komunikasi dua arah yang sarat dengan keterbukaan antara anak dan orang tua mutlak ditanamkan dalam keseharian.

Bagi para korban dan orang tuanya, juga tak perlu malu atau takut untuk berbagi “beban” dengan orang lain karena ini suatu pembelajaran berharga agar kita lebih waspada ternyata orang-orang terdekat dan yang selama ini dipercaya malah tega mendzalimi anak-anak yang tidak berdosa, dengan dalih karena mencintai dunia anak-anak dan ingin lebih dekat dengan mereka.

Upaya hukum juga wajib ditempuh agar pelaku kejahatan seksual menjadi jera dengan ancaman hukuman yang berat, jika selama ini para korban cenderung enggan melapor karena malu, akan menguntungkan pelaku dan kasus pedofilia akan kembali terulang.
Tak bisa dipungkiri, kemajuan jaman membuat para penghuni bumi terkikis moral dan akhlaknya bagi mereka yang gampang tergoyahkan iman serta ketakwaannya, membuat manusia tak lagi merasa khauf (takut), bahwa suatu hari nanti akan dimintakan pertanggung jawaban dari setiap perilakunya di hadapan Dzat Yang Maha Kuasa.

Tuanya dunia membuat tak ada lagi tempat yang aman bagi anak-anak kita, mahluk kecil yang masih putih bak sehelai kertas. Akankah seorang dewasa dengan “jabatan mulia” tega menorehkan tinta hitam di atas kertas bersih putih itu bahkan mencabik-cabik merobeknya ? Hanya orang dewasa yang tak sadar akan keberadaan Allah Al ‘Aliim, yang senantiasa mengetahui segalanya.

Semoga di luar sana masih ada para “pahlawan tanpa tanda jasa” yang sebenar-benarnya dan pantas disebut “pahlawan”, dengan akhlakul karimah yang siap mendampingi, membimbing serta mengantar “khalifah mungil” kita menjadi manusia-manusia yang sholeh, sholihah dunia akhirat dengan ilmu yang dapat diamalkan di jalan Allah SWT. Amiin….
Lantas, jika semua cara telah kita lakukan dari pembekalan agama, pendidikan seks, keterbukaan komunikasi, cara apalagi yang bisa menghindarkan anak-anak tersayang kita dari kejahatan ? Pastinya memohonkan perlindungan kepada Allah As Salaam, Allah Al Mukmin Al Muhaimin untuk si permata hati.

“Ya Allah Ya Tuhanku….Aku mohon perlindungan untuk anakku dan anak-anak keturunannya di dalam pemeliharaanMu dari gangguan syetan yang terkutuk.”

Untuk sahabatku terkasih, tetaplah bersabar dan tumpahkan semua air mata duka dan amarahmu dalam bentangan sajadah saat bermunajat kepadaNya. Bagi si pelaku, ingatlah bahwa azab Allah datang bukan tanpa sebab, peristiwa yang selalu berulang, saat dimana aturan Allah SWT tidak dihiraukan lagi, saat dimana seruan para Rasul Allah tidak ditaati lagi maka saat itu azab Allah akan segera datang.

Bagi seorang anak, tidak ada seorang pahlawan yang lebih agung daripada seorang dewasa yang berlutut membantunya dan berbisik “ketahuilah bahwa aku mencintaimu”. Anak tanpa pahlawan, sedikit sekali yang akan tumbuh menjadi pribadi dewasa yang bangga dan membanggakan (Mario Teguh).
EXHAUSTED


Terseok-seok kaki ini mengikuti lebarnya langkahmu, dengan deru napas yang turun naik mencoba meraih jejakmu. Ku paksa kaki kecil ini untuk terus berjalan, berlari, walau tak jarang diiringi derai tangis di sela-sela jatuhku.
Tak kuhiraukan semua itu, aku hanya ingin menapakkan jejak bersama, beriringan dengan jejakmu. Tapi kau bagaikan pualam di atas kencangnya laju kereta, tak sedikitpun iba di gurat wajahmu, tak bisakah kau berhenti sejenak hanya untuk menengok ke belakang, sekedar untuk melihatku atau ‘tuk memapah raga ini. Tak bisakah kau melambatkan laju mu barang sekejap, agar ku dapat berdiri di sisimu.

Di saat kedua kaki yang telah tertutup perih berhasil menyamai gerak langkahmu, ada sepenggal rasa yang menyelimuti setiap sisi raga dan relung hati, sepenggal rasa yang teramat sangat hingga aku tak bisa lagi mengikuti setiap jengkalmu. Aku hanya bisa terpekur diam di sini, karena beratnya rasa itu….
Kucoba ulurkan tangan ini tapi mengapa kau hanya menatapku tajam bak sebilah pisau yang siap menghujam tubuh lemahku. Tak juga kau sambut tanganku, kiranya sebongkah keangkuhan telah merasukimu dan kembali kau menapakkan kakimu secepat kilat meninggalkanku. Kuangkat raga yang telah tercabik-cabik oleh amarah dan pilu untuk kembali mengikutimu. Kupaksa kedua kakiku yang mulai berdarah untuk tetap menyamai langkah tegapmu.
Tak terasa, jejak langkah ini telah sampai di persimpangan sebuah alur yang sangat panjang. Dengan perih kulihat bayang-bayang langkahmu di ujung sana, di sebuah jalan yang diterangi berjuta kunang-kunang. Indah memang, sangat indah, tapi rasanya aku tak mampu menggapai kemolekan itu bersamamu, bersama arogannya langkahmu.
Tertatih-tatih kaki kecil ini berusaha melewati persimpangan jalan, tapi aku tak juga beranjak. Aku ingin berlari dan menyusul jejakmu, menggandeng tanganmu melewati cahaya kunang-kunang, tapi ragaku hanya bisa bersimpuh di sini. Akhirnya aku harus berdiri di persimpangan ini dan merelakanmu berlari riang diiringi cantiknya cahaya kunang-kunang.




Selasa, April 21, 2009

NARASI TAK BERJUDUL

Mendung di bulan ini….
Gemericik rinai hujan di bulan ini….
Memaksa anganku untuk kembali menelusuri lorong waktu yang pernah kulewati beberapa tahun lalu. Saat aku terduduk di dalam jet coaster yang membuatku berputar-putar, semua rasa membuncah dalam dada ketika diri ini berada di ketinggian. Ya, aku berada di ketinggian dan ternyata aku telah bertahun-tahun duduk di tempat yang paling tinggi ini.


Inilah tempat yang aku sukai, tempat paling atas, paling tinggi dimana aku bisa melihat sekelilingku di bawah sana dengan riuh rendah serta renyahnya tawa dan suka cita. Rasanya semakin kencang tawa dan kegembiraan yang muncul, semakin kencang jet coaster ini berlari.
Namun seolah aku tak pernah menyadari jika sebentar lagi jet coaster yang kunaiki akan menghempaskanku di putaran yang paling bawah.


Dan….waktu itu tiba, waktu dimana liukan jet coaster menghempaskan dan melemparkanku diiringi dengan kecepatan yang maha dahsyat.
Dalam sekedip mata, aku telah berada di putaran terendah, dengan segenap teriakan. Dengan sisa nafas dan tenaga yang masih melekat di diriku, ku berteriak….aku berteriak…hei jet coaster bawa aku kembali ke atas ! Bawa aku…..Kembalikan aku ke putaran tertinggi ! Teriakanku tertelan bisingnya suara jet coaster yang terus menukik ke bawah, ke tempat paling bawah,
Teriakan kali ini tidak membuatku tertawa, tidak juga membuatku bahagia. Teriakan kali ini sontak menyeretku dalam riuhnya tangis, yang membuatku timbul tenggelam dalam arus kesedihan serta kehampaan.


Dengan suara yang masih menderu, jet coaster terus berputar di lingkaran yang terendah, sepertinya ia enggan untuk mengantarku kembali ke atas. Dan memang ia benar-benar tak mau lagi membuatku berputar di atas sana.
Kini…tinggallah aku seorang meliuk-liuk bagaikan layang-layang hilang kendali. Aku duduk sendiri di jet coaster yang tak tahu kapan akan membawaku naik. Hanya cucuran air mata yang kerap menemaniku di gelapnya lorong waktu, hanya penyesalan yang menjadi teman akrabku, hanya kehampaan, kekosongan yang menjadi pendamping setiaku, hanya kerinduan yang selalu setia di sampingku.

Mendung di bulan ini….
Gemericik rinai hujan di bulan ini….
Perlahan-lahan jet coaster yang kutumpangi bergerak naik, sangat perlahan tapi cukup sudah membuatku tersenyum. Senyuman yang tak akan bisa menghapus kerinduan dan kesedihan yang telah mengharu biru.

Mendung di bulan ini….
Gemericik rinai hujan di bulan ini…
Menyadarkanku bahwa aku sangat merindukanmu….


Dedicated for Alm. Sedijono, Almh. Hj. Tri Harmamiek
3 tahun sudah “engkau yang tercinta” meninggalkanku



SEANDAINYA AKU….

Seandainya aku seorang konglomerat, akan aku dirikan rumah susun untuk saudara-saudaraku korban lumpur panas di Sidoarjo… dan untuk saudara-saudaraku korban tsunami Aceh yang sampai saat ini belum bisa mendapatkan tempat tinggal yang layak,

Seandainya aku seorang trilyuner, akan aku berikan pekerjaan dengan gaji tinggi untuk saudara-saudaraku yang terkena PHK, yang menjadi korban dari kenaikan BBM, agar mereka tak perlu lari ke luar negeri hanya untuk menjadi pembantu,
Seandainya aku seorang saudagar kaya raya, akan aku serahkan Freeport dan semua emasnya ke putra-putri Papua,

Seandainya aku seorang milyuner, akan aku berdayakan sawah-sawah di Indonesia dan aku makmurkan para petaninya, agar kita tak perlu lagi import beras,

Seandainya aku seorang raja minyak, akan aku gratiskan BBM untuk semua rakyatku agar tak ada lagi antrian panjang, serta keluhan ibu-ibu yang pusing karena naiknya harga dan agar tak ada lagi anak-anak yang mati kelaparan karena orangtua mereka tak sanggup lagi memberikan makanan sehat,

Maafkan aku wahai saudara-saudaraku, aku hanya bisa berandai-andai, karena aku cuma rakyat kecil, segelintir orang yang hanya bisa menyuarakan jeritan hati yang berisi kesedihan dan keprihatinan melihat serta merasakan derita saudara-saudaraku, yah… jeritan hati ini hanya bisa menjadi air mata melihat nasib penghuni negara ini.

Aku tak mampu menjadi seorang yang aku andaikan, tapi paling tidak aku masih mempunyai hati yang “hidup”, yang bisa merasakan kepedihan serta tangisan saudara-saudaraku diseberang sana.
Aku hanya bisa mengadukan semua jeritan hati ini ke hadapanNya, karena aku yakin akan kekuatan doa, karena Tuhan tidak pernah tidak menjawab doa hambaNya, Ia pasti mengabulkan permintaan hambaNya karena Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui, Allah SWT tak pernah lalai hanya sering menunda dan mengulur karena hanya Dialah yang Maha Tahu kapan waktu yang tepat dijawabnya doa kita.

QS Al Baqarah (2), 186 : Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu. Maka hendaklah mereka itu memenuhi segala perintahKu dan hendaklah mereka beriman kepadaKu agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

QS Al-A’raaf (7), 55 : Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah diri dan suara yang lembut, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.








SHALAT...SEBAGAI KEWAJIBAN, KEBUTUHAN ATAU BEBAN ?

Sebagai seorang muslim, shalat bukanlah hal asing untuk dilakukan tapi masih banyak diantara kita yang sering mengabaikannya dan tak sedikit pula yang mengerjakannya dengan tidak menghadirkan hati di setiap gerakan serta bacaan shalat, atau bahkan masih ada yang belum mengetahui arti dari shalat itu sendiri. Shalat adalah doa yang disampaikan dengan syarat dan rukun dalam bentuk bacaan serta gerakan tertentu serta sebagai media hubungan manusia dengan Tuhannya.

Kalau kita menyadari bahwa kita hanyalah manusia lemah yang memiliki naluri cemas, mengharap, dan yang selalu membutuhkan sandaran di setiap babak kehidupan yang kita jalani, maka kita akan mengerti bahwa dengan menyandarkan kebutuhan kita kepada mahluk walau sebesar dan seluas apapun kekuasaannya, sudah pasti tidak akan memberikan hasil.
“…Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tidak mendengar seruanmu, kalaupun mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak membutuhkan sesuatu) lagi Maha Terpuji.” QS Faathir (35):13-15.
Selain sebagai media penghambaan seorang manusia terhadap Penciptanya, shalat juga berfungsi sebagai sarana kita meminta pertolongan dari Allah SWT
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu dan sesungguhnya yang demikian itu sangat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk” QS Al Baqarah (2):45.

Shalat yang dilakukan dengan menghadirkan hati bisa menjadi pencegah dari perbuatan buruk “….Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar….” QS Al ‘Ankabuut (29):45. Shalat merupakan anugerah Allah SWT untuk manusia sebagai penghalang dan pemisah dari keburukan. Oleh karena itu siapa yang ingin mengetahui sejauh mana manfaat shalatnya, hendaknya kita memperhatikan apakah shalat yang kita lakukan telah mampu menghindarkan kita dari perbuatan buruk.
Seperti dalam sabda Rasulullah “tak melakukan shalat orang-orang yang shalatnya tidak menghindarkannya dari perbuatan keji dan mungkar”.Karena shalat yang dilakukan tanpa kehadiran hati, tak akan mengubah apapun dari diri kita.


Fungsi shalat selain tersebut diatas juga sebagai obat hati seperti dijelaskan dalam QS Thaahaa (20):14 “…Maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingatKu.”
QS Ar Ra’d (13):28 “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah lah hati menjadi tenteram”

Lalu bagaimana dengan kita, apakah masih menjadikan shalat sebatas ritual wajib atau malah menjadikannya sebagai suatu beban karena harus melakukannya ditengah-tengah padatnya aktivitas sehari-hari?


Kalau hati kita masih menjawab sebatas kewajiban bahkan menjadi beban, maka kita perlu merenungkan sabda Rasulullah SAW berikut ini “Yang pertama dihisab pada hari kiamat adalah shalat, apabila baik shalatnya maka baiklah yang selebihnya. Jika buruk shalatnya maka buruklah yang selebihnya.” Baik buruknya kehidupan manusia di akhirat kelak akan ditentukan oleh shalat yang dilakukannya.

Penting kiranya kita merasa malu jika kita yang telah banyak mendapatkan kenikmatanNya dengan sengaja atau tidak, mengabaikan shalat.
Apalagi kalau kita telah menyadari bahwa shalat sebagai kebutuhan, lebih malu kiranya jika hanya disaat-saat terdesak dan mengharap sesuatu, kita baru mengingat Allah Sang Maha Baik. Dan jangan pernah menyalahkan Allah SWT apabila Ia tidak menghiraukan hambaNya yang datang tanpa menunjukkan kebutuhan terhadap Sang Pencipta serta tidak memujaNya dengan sepenuh hati. Maha Adil Allah ketika Ia tak ingin mengenal manusia-manusia yang tidak pernah mengenal Sang Pemiliknya yaitu orang-orang yang enggan memenuhi panggilan Tuhannya.

Nabi Muhammad SAW bersabda “Laksanakanlah shalat seakan-akan itu shalat terakhirmu. Dan saat engkau mulai memasuki shalat, katakanlah kepada dirimu, ini adalah shalat terakhirku untuk dunia. Dan berupayalah untuk merasakan surga ada dihadapanmu, neraka dibawah kakimu, ‘Izrail ada dibelakangmu, para nabi berada di samping kananmu, para malaikat berada di samping kirimu. Dan Allah mengawasimu dari atas kepalamu.”

Semoga dengan ini semua, bisa membuat kita menjadikan shalat sebagai suatu kebutuhan seorang manusia biasa terhadap Sang Penciptanya.





Cerminan Diri

Wanita paruh baya itu terbangun dari tidurnya dengan keringat dingin, nafas yang terengah engah dan badan yang menggigil kuat bukan karena AC di kamarnya yang dingin tapi karena mimpi yang sama dengan tiga malam yang lalu. Diliriknya jam beker disamping kasur, jam 1 dini hari, disebelahnya sang suami masih pulas terlena dengan buaian malam.

Wanita itu mencoba bangun meski sekujur tubuhnya lunglai seperti tak bertulang dan dengan sisa kemampuannya, ia berusaha untuk membuat otaknya menganalisa apa yang telah terjadi malam ini.Ya…ini sudah malam ke empat, ia bermimpi sangat menyeramkan. Di dalam mimpinya, ia melihat sosok dirinya yang betul-betul aneh. Semua organ tubuhnya berubah menakutkan, bola matanya menjadi sebesar bola tennis, telinganya seperti telinga keledai tapi panjangnya sampai menyentuh lantai, mulutnya menganga dengan lidah terjulur keluar dan meneteskan cairan seperti nanah tapi lebih busuk baunya. Tangan-tangan halusnya mendadak berubah penuh kutil yang mengalirkan darah dan kaki-kaki jenjangnya menjadi bengkak dan semakin besar kalau ia berjalan.

Astaghfirullahhaladziem..... istighfarnya dengan hati serta mulut yang tergagap. Berulang kali wanita paruh baya itu beristighfar sampai tak disadarinya, ia telah bercucuran air mata. Ia mencoba mengingat kembali semua yang pernah dilakukannya dan seperti menonton sebuah film, semua diputar ulang, sampai kejadian kecil pun tak ada yang terlewatkan. Dia teringat bagaimana ia menggunakan matanya hanya untuk mengagumi perhiasan, koleksi mode terbaru, bahkan untuk membaca berita-berita yang seharusnya masuk ke tong sampah, Pernah juga untuk membaca ayat-ayat Al Quran tapi itu pun dilakukannya sepintas lalu saat dalam pengajian bulanan. Wanita itu tersadar ia hanya bisa menggunakan mulutnya untuk ghibah, ngerumpi, ngegosip, berbohong, menceritakan kejelekan teman-temannya, kadang untuk menghasut sampai memfitnah. Kalau pun untuk mengaji, menyebut keagungan asma Allah SWT, hanya dilakukan karena kebiasaan dan bukan karena kebutuhan yang didasari karena penghambaan serta keihklasan terhadap Allah Sang Maha Memiliki.

Bagaimana dengan telinga yang selama ini hanya dipakainya untuk mendengar gosip dan kabar yang tak terbukti benar. Begitu juga dengan tangannya yang selama ini dipakai untuk menggelapkan uang koperasi yang diamanahkan kepadanya, kedua tangannya sering dimanfaatkan untuk menolong temannya tapi niatnya riya’ dan ingin disebut ringan tangan. Ia tersadar untuk yang kesekian kalinya, bahwa ia tidak hanya memperkosa tangannya tapi juga memperkosa hatinya dengan riya’ dan pamrih. Wanita paruh baya itu memegang kakinya dan dibenaknya teringat bagaimana ia memaksa kakinya untuk melangkah ke mall, ke rumah temannya sekedar untuk menanyakan apakah ada gosip terbaru, kadang juga ke pengajian tapi untuk pamer koleksi perhiasan atau busana muslimnya yang teranyar.

Astaghfirullahhaladziem..... lirih ia ucapkan dengan hati yang sedari tadi tidak berhenti istghifar, teringat ia dengan ceramah Ustadz Rahmad, seminggu yang lalu... arti dari *syukur adalah menggunakan atau mengolah nikmat Allah SWT sesuai dengan tujuan dianugerahkannya. Lawan katanya adalah kufur yang berarti tidak mensyukuri nikmat Allah Sang Maha Pemurah, dan orangnya disebut kafir. Kita dianugerahi kesehatan, tapi apakah kita sudah menggunakannya untuk shalat tepat waktu begitu azan berkumandang, kita dianugerahi hati yang fitri oleh Allah SWT tapi kenapa kita mengotorinya dengan riya’, iri, dengki, takabur, buruk sangka dan berbagai macam penyakit.


Begitu juga dengan dua mata normal pemberian Allah Sang Maha Kuasa, apakah kita sudah memanfaatkannya untuk membaca, mempelajari, memahami dan menerapkan ayat-ayat suci Allah SWT dalam hidup kita, sudahkah kita memanfaatkan mata ini untuk membaca buku-buku religi yang bisa meningkatkan kualitas keimanan, kecintaan serta ketakwaan kita kepada Sang Khalik ataupun yang bisa membuat kita memperbaiki akhlak kita. Bagaimana dengan telinga ibu-ibu bapak-bapak, apakah sudah dipakai untuk mendengar hal-hal yang baik dan benar, mendengar keagungan ayat-ayat Allah yang Maha Penyayang, sama halnya dengan mulut apakah sudah dimanfaatkan untuk berbicara yang benar yang tidak menyakiti dan mendzalimi orang lain, untuk menyampaikan kebenaran Illahi Robbi? Dua tangan kita apakah sudah digunakan untuk berdoa, berdziqir, bersedekah, bekerja dengan ikhlas Lillahi Ta’ala, dan juga untuk membantu sesama tanpa pamrih. Kedua kaki kita, apakah selama ini dilangkahkan ke tempat-tempat yang diridhoi Allah Sang Maha Tahu???

Seperti yang disebutkan dalam surah Ibrahim (14):7 Allah berfirman, “ Sesungguhnya jika engkau bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmatmu dan bila kamu mengingkari, maka siksaKu amatlah pedih.” Jadi ibu-ibu bapak-bapak, kalau kita belum bisa memanfaatkan pemberian-pemberian Allah Yang Maha Kaya sesuai dengan tujuan pemberiannya dan yang diridhoiNya, maka kita termasuk *kafir, walaupun kita percaya kebenaran Al Quran, mendirikan shalat dan berpuasa sekalipun.

Lalu kita harus ingat firman Allah SWT dalam surah Al Israa’ (17):36 Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.
surah Yaasin (36):65 Pada hari ini Kami tutup mulut mereka dan berkatalah tangan mereka kepada Kami dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dulu mereka lakukan.

Tergetar hati wanita itu, Allahu Akbar serunya lirih.... nikmatMu tidak hanya materi, harta, anak, suami, jabatan tapi yang dianggap sepele pun sebenarnya adalah nikmatMu yang terbesar yaitu, kesehatan, qolbu/hati, mata, mulut, telinga, tangan dan kaki. Dan kenikmatan yang tampak kecil itulah yang sering ia kufuri dan jika tiba saatnya nanti, kenikmatan-kenikmatan yang terlupakan itulah yang menjadi saksi atas perbuatannya.

Dalam isak tangisnya seperti ada “sosok” yang begitu kuat yang memaksanya bersujud, lalu lisan wanita paruh baya itu lirih berucap....

Ya Allah yang Maha Pengampun, ampunilah hambaMu ini yang belum pandai mensyukuri nikmatMu...
Ya Allah yang Maha Pengampun, ampunilah hambaMu ini yang sudah menggunakan limpahan nikmatMu untuk bermaksiat dan mendurhakaiMu...
Ya Allah yang Maha Penyayang, ampunilah hambaMu ini yang selalu menggunakan nikmatMu untuk mendzalimi dan menyakiti orang lain...
Ya Allah yang Maha Penyayang, ampunilah hambaMu ini yang telah mengotori nikmatMu dengan kesombongan, riya’, iri, dan dengki....

Suara adzan shubuh berkumandang dari masjid seberang, tak terasa berjam-jam wanita paruh baya itu menangisi kekhilafannya, muhasabah dan beristighfar kepada Sang Maha Pengasih. Buru-buru ia mengusap air matanya sembari tersenyum ia berucap terima kasih Ya Allah Yang Maha Baik atas hidayahMu yang luar biasa ini, terima kasih Ya Allah Yang Maha Pemberi Nikmat atas cinta, kasih sayangMu yang tak pernah henti Engkau limpahkan walaupun hambaMu ini berulang kali mendurhakaiMu. Ia pun segera beranjak wudhu dan shalat shubuh, dan doa yang keluar dari hati serta lisannya...

Ya Allah Yang Maha Pandai, ajarilah hamba untuk bisa mensyukuri nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan bapak ibuku, bimbinglah hamba untuk bisa berbuat kebaikan di jalanMu dan sertakanlah hamba ke dalam golongan hamba-hambaMu yang selalu berbuat baik.....
Ya Allah Yang Maha Mampu Melakukan Segalanya, berikanlah hamba kekuatan, kemampuan serta kemudahan untuk bisa menggunakan qolbu, mata, lisan, telinga, tangan dan kaki yang telah Engkau anugerahkan kepadaku untuk berbakti kepadaMu.....

Ya Allah Yang Maha Pelindung, hindarkanlah hamba dari golongan orang-orang yang Engkau murkai, golongan orang-orang yang kufur nikmat, golongan orang-orang munafik yang selalu mendzalimi menyakiti dirinya dan orang lain....

Ya Allah Yang Maha Kuasa, hamba mohon jangan Engkau palingkan diri ini dari hadapanMu dan jangan Engkau sesatkan hati ini dari hidayahMu....
Hanya Engkaulah sebaik-baik Penolong, Pelindung, Pemelihara kami dengan segala kecukupan, kasih sayang, kebaikan-kebaikan, ampunan serta berkah yang tak pernah lelah dan pamrih Engkau anugerahkan bagi hamba...

Amiin Ya Rabbal Alaamiin......

Senin, April 20, 2009

Renungan

PENGHUNI SURGA

Sore ini seperti biasa dan seperti sore yang sudah-sudah, beberapa ibu asyik terlibat pembicaraan seru sambil sesekali mengawasi anak balitanya bermain di taman. Ibu Joko dengan muka dilipat sangat berapi-api menceritakan kedongkolannya terhadap tetangganya yang kemarin membeli sebuah lemari es besar keluaran terbaru, lain lagi dengan Ibu Jaka yang tersenyum bangga bercampur sinis saat mencurahkan “kebahagiannya” melihat tetangganya yang selama ini terpandang di lingkungannya, disatroni pencuri yang menguras habis barang-barang berharga si tetangga itu.

Aku yang sedari tadi menyimak pembicaraan mereka, sontak teringat sebuah kisah di jaman Nabi Muhammad saw yang menceritakan saat beliau bersama para sahabatnya sedang berkumpul di sebuah masjid, tiba-tiba Rasulullah saw bersabda, “sebentar lagi akan masuk seorang penghuni surga”. Para sahabatnya mengira sosok si penghuni surga itu gagah, tampan serta sangat luar biasa, ternyata mereka keliru.
Yang mereka lihat hanyalah sosok sederhana, sangat sederhana dan jauh dari apa yang para sahabat Rasulullah saw bayangkan.
Kejadian serta ucapan Nabi Muhammad saw tentang si penghuni surga berulang sampai hari ketiga dan membuat salah satu dari sahabat-sahabat beliau penasaran kenapa sosok sederhana itu bisa menjadi penghuni surga. Maka diputuskannya untuk menginap di rumah si penghuni surga dan melihat langsung kegiatan si penghuni surga itu. Ternyata tidak ada amalan khusus dan istimewa yang dilakukan dalam ibadah si penghuni surga itu, yang dilakukannya hampir sama dengan orang lain yaitu ibadah wajib serta mengaji.
Lalu di mana keistimewaan “sosok” itu sampai-sampai Nabi Muhammad saw menyebutnya “si penghuni surga” pertanyaan itulah yang diajukan salah satu sahabat Rasulullah saw dan inilah jawaban si penghuni surga yang sangat pantas untuk kita renungkan,” apa yang anda lihat itulah yang saya lakukan ditambah dengan saya tidak pernah iri hati terhadap orang lain yang dianugerahi kenikmatan oleh Allah SWT.”

Lalu bagaimana dengan saya, anda dan kita apakah sudah bisa menjadi “sosok si penghuni surga” ataukah saya, anda dan kita masih menjadi pribadi yang senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang.
Jawaban sejujurnya ada di lubuk hati saya, anda dan kita.