Sabtu, Mei 09, 2009

Catatan Hari Ke Delapan (bagian kedua)

Suatu Senja di Rumah Jl. Mawar

Sepasang suami istri yang telah berumur terlihat duduk cemas di kursi rotan yang berada di teras asri rumah mereka. Seakan ada yang mereka nantikan, dan lima belas menit kemudian…sebuah sedan merah tua berhenti tepat di seberang rumah.
Tampak seorang pria muda turun dari mobil, berjalan memutar ke samping kiri lalu membuka pintu mobilnya dan seorang wanita berpakaian lusuh, menggendong bayi, turun serta langsung mengikuti langkah pria tadi, setelah menutup pelan pintu sedan merah tua itu.

“Assalamu’alaikum mas, mbak, kenalkan ini Bu Murni yang aku ceritakan kemarin”
“Wa’alaikumsalam…..mari masuk Bu, ngobrolnya di dalem aja ya” jawab lelaki yang telah berumur ini sambil menjabat tangan bu Murni,
“Kenalkan saya Seto dan ini Retno istri saya, kalau dokter Deli, adik saya yang nomor dua, yang bontot tinggal di luar kota”
“Begini bu Murni….., kami sudah mendengar semuanya dari dik Deli dan seperti sudah digariskan oleh Yang Di Atas, kami sendiri sudah sepuluh tahun belum dikaruniai momongan, jadi begitu dengar critanya dari adik, ya kami berdua putuskan untuk mengadopsi putri ibu,” urai Retno

Sambil menunduk menatap bayi perempuannya, bu Murni mengangguk pelan, tampak buliran air mata jatuh mengenai pipi merah bayinya yang sedari tadi tertidur pulas di dalam gendongannya.
Perlahan…bu Murni melepaskan kain gendongan dan menyodorkan bayinya ke pangkaun Retno. Tak ada kalimat keluar dari bibirnya, seolah ia sudah kehilangan semua perbendaharaan kata.

Jauh di dalam lubuk hati bu Murni, ia sangat dan begitu mencintai darah dagingnya tapi ia harus tunduk pada nasib. Ia tak mau anak tercintanya menjalani kehidupan yang menderita sama seperti dirinya, ia ingin putrinya mendapatkan kebahagiaan walaupun harus mengorbankan berjuta rasa.

“Titip anak saya Bu…Pak” ucap Bu Murni gemetar.
“InsyaAllah bu….” Sahut Seto dan Retno berbarengan.

bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar